Orang Kayo Hitam atau Rangkayo Hitam adalah salah satu raja di Jambi. Cerita tentang Orang Kayo Hitam ini sudah melegenda di Jambi dan menjadi cerita rakyat secara turun-temurun.
Di samping fakta keberadaan Orang Kayo Hitam, terdapat banyak cerita yang berkembang sebagai mitos. Misalnya tentang kelahirannya, kesaktiannya, hingga kekuasaannya atas kerajaan gaib.
Namun bagaimana pun, kisah Orang Kayo Hitam tetap menarik untuk diceritakan dan sering kali menjadi dongeng pengantar tidur. Simak ceritanya di bawah ini.
Dikutip dari jurnal Nazharat, Vol 24 No 01, Juni 2019 karya Mhd Ikhwan dan Foni Refika Anggela dari Universitas Jambi, Orang Kayo Hitam adalah anak dari Raja Jambi Datuk Paduko Berhalo dengan permaisuri Putri Selaras Pinang Masak.
Nama asli Datuk Paduko Berhalo adalah Ahmad Barus atau Ahmad Salim. Dia diyakini merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW. Kedatangannya dari Turki ke Jambi ialah untuk menyebarkan agama Islam. Dia juga menikahi Putri Selaras Pinang Masak yang merupakan putri dari Raja Pagaruyung.
Pasangan tersebut memiliki empat anak. yang pertama adalah Orang Kayo Pingai alias Sayyid Ibrahim, kedua Orang Kayo Hitam alias Sayyid Ahmad Kamil, ketiga Orang Kayo Kedataran alias Sayyid Abdul Rahman, dan keempat Orang Kayo Gemuk alias Syarifah Siti Alawiyah.
Selain kisah tersebut, terdapat mitos terkait kelahiran Orang Kayo Hitam. Konon dahulu ada sebatang pohon nyiur gading yang berbuah lima kelapa, tetapi tak juga gugur.
Akhirnya batang nyiur itu tumbang karena sudah tua. Kelima buah kelapa itu secara gaib berubah menjadi manusia. Empat kelapa berubah menjadi anak laki-laki, dan satu kelapa menjadi perempuan.
Anak tertua di kemudian hari menjadi raja Mataram. Anak kedua menjadi raja di Jambi bernama Datuk Temenggung. Datuk Temenggung memiliki lima orang anak, yang pertama adalah Orang Kayo Hitam.
Kisah Orang Kayo Hitam dan sepasang angsa ini bermula ketika Orang Kayo Hitam tengah mengembara ke pedalaman Jambi menyusuri Sungai Batanghari dari hilir ke hulu. Di percabangan Sungai Batang Tembesi dan Sungai Air Hitam, dia melihat perempuan berambut indah terurai. Dia pun ingin berkenalan dengannya.
Sayangnya perempuan pergi menghilang begitu saja. Karena terus memimpikan wajah cantik itu, Orang Kayo Hitam bertekad mencari sosok tersebut. Dia masuk ke kampung dan mengetahui daerah tersebut bernama Air Hitam yang dipimpin pendekar sakti bergelar Datuk Tumenggung Merah Mato.
Berniat berguru kepada Datuk Tumenggung, Orang Kayo Hitam justru kembali bertemu gadis cantik itu. Ternyata gadis itu adalah anak dari Datuk Tumenggung Merah Mato. Orang Kayo Hitam pun ingin melamar gadis bernama Mayang Mangurai tersebut.
Meski Orang Kayo Hitam adalah anak Raja Jambi, Datuk Tumenggung tidak mau begitu saja melepaskan anak gadisnya kepada orang yang baru dia kenal. Orang Kayo Hitam tetap diuji kehebatannya.
Orang Kayo Hitam harus melawan pengawal Tumenggung Merah Mato yang sakti mandraguna. Karena berimbang, pertarungan itu berlangsung sampai tiga hari tiga malam, dan hanya berhenti di waktu shalat dan makan. Akhirnya pengawal itu merasa kewalahan dan mengakui keunggulan Orang Kayo Hitam.
Ternyata tak cuma itu syarat dari Tumenggung Merah Mato. Orang Kayo Hitam harus memberikan emas selesung pesuk, seruas buluh talang dan selengan baju, segantang kepala tungau ulang alik (bahasa kiasan) dalam waktu paling lama 6 bulan.
Tak putus asa, Orang Kayo Hitam mencari bantuan hingga ke Jawa. Tak sampai enam bulan, syarat tersebut sudah terpenuhi. Dia pun mengajak keluarga besar untuk meminang Mayang Mangurai. Mereka kemudian menikah.
Pasangan baru ini diberi hadiah perahu Kajang Lako dan sepasang angsa. Angsa tersebut akan menjadi petunjuk bagi keduanya mengenai tempat yang tepat untuk mereka tinggali.
Menggunakan perahu tersebut, tibalah mereka di suatu wilayah yang kemudian didirikan Istana Tanah Pilih (Jambi) sebagai pusat kerajaan Jambi. Saat ini tempat ini dikenal sebagai Kota Jambi.
Kisah lain tentang Orang Kayo Hitam adalah mengenai kesaktiannya. Saat kakaknya, Orang Kayo Pingai, menjadi raja, Kerajaan Jambi harus memberikan upeti kepada Kerajaan Mataram.
Orang Kayo Hitam dengan berani mencegat pengiriman upeti. Dia merasa Kerajaan Melayu Jambi adalah kerajaan yang berdaulat, sehingga tidak perlu tunduk kepada kerajaan lain.
Mendengar adanya sosok Orang Kayo Hitam yang sakti, Kerajaan Mataram menyiapkan rencana untuk untuk membunuhnya, yakni dengan membuat keris sakti kepada seorang empu.
Ternyata Orang Kayo Hitam mengetahui rencana tersebut. Dia lalu pergi ke wilayah Kerajaan Mataram dan bertemu dengan empu yang sedang membuat keris. Orang Kayo Hitam menanyakan perihal keris tersebut.
Sang empu menjelaskan bahwa keris tersebut khusus dibuat dari 7 macam besi yang namanya diawali huruf P, dan disepuh di 7 muara sungai yang namanya juga berhuruf awal P. Hal ini dilakukan karena keris tersebut digunakan untuk membunuh seseorang yang sakti bernama Orang Kayo Hitam.
Dari situlah Orang Kayo Hitam tahu keris itu dibuat untuk membunuh dirinya. Orang Kayo Hitam lalu merebut keris itu dan membunuh sang empu. Dia lalu segera kembali ke Kerajaan Melayu Jambi untuk menyempurnakan keris itu dan mempersiapkan bala tentara jika diserang Kerajaan Mataram.
Keris sakti tersebut tidak diletakkan di pinggang seperti umumnya. Namun dia meletakkan keris di sanggul rambutnya seperti ‘ginjai’ atau tusuk konde. Karena itulah keris tersebut dikenal dengan sebutan Keris Siginjai.
Mitos lainnya, Orang Kayo Hitam disebut-sebut memiliki kerajaan gaib dengan pasukan jin. Hal ini diyakini setelah perang terjadi antara Kerajaan Melayu Jambi dengan Kerajaan Mataram.
Orang Kayo Hitam memenangi perang, konon karena dibantu pasukan jin yang membuat jumlah pasukannya 7 kali lebih banyak dibandingkan pasukan Mataram. Meski demikian, perang tuntas dengan perjanjian damai.
Orang Kayo Hitam ditawari untuk menjadi raja di salah satu wilayah di Jawa. Namun dia menolak dan memiliki pulang ke kampung halamannya dan menjadi Raja Melayu Jambi.
Karena rakyatnya semakin banyak dan harus memperluas wilayah, Orang Kayo Hitam dengan kesaktiannya menghancurkan sebuah bukit batu hingga terpecah menjadi sembilan bagian. Masing-masing bagian didirikan kerajaan kecil.
Sebelum wafat, Orang Kayo Hitam memerintahkan pasukan gaibnya untuk menjaga sembilan kerajaan itu. Konon pasukan gaib itu masih ada hingga kini dan tinggal di Gunung Kerinci. Kabarnya, orang sering melihat penampakan prajurit setinggi pohon kelapa sedang berbaris.
Orang Kayo Hitam meninggal dunia sekitar tahun 1500-an. Makamnya baru ditemukan di masa pendudukan Belanda. Penemuan makam ini pun masih memunculkan mitos.
Orang Belanda yang tidak mempercayai mitos Orang Kayo Hitam ingin menarik makam yang baru ditemukan itu menggunakan kapal. Namun justru kapal itu berbalik arah. Hal ini menyebabkan makam-makam di situ berbentuk miring.
Pemugaran pun dilakukan agar makam menjadi layak diziarahi. Dalam prosesnya, ditemukan patung kepala singa, tangan arca, keramik-keramik, dan guci di dalam tanah sekitar makam.
Kini makam tersebut menjadi situs bersejarah. Namun keberadaan candi di dekat makam bukanlah bagian dari Orang Kayo Hitam. Candi itu dibuat sezaman dengan Candi Muaro Jambi di zaman kerajaan Hindu-Buddha.