Kebakaran hutan dan lahan masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Karena itu, Pemprov Sumsel melaksanakan rapat koordinasi dan komitmen bersama pencegahan, Pengendalian, dan Penanggulangan Kebakaran Hutan, Kebun, dan Lahan (karhutla) di lahan gambut.
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah Sumsel, Edward Candra dan berlangsung di Hotel Harper, Palembang, Sabtu (12/7/2025) pagi.
Edward mengatakan kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mayoritas disebabkan oleh aktivitas manusia.
“Mayoritas kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, khususnya di lahan gambut, disebabkan oleh aktivitas manusia,” kata dia.
Dia menyoroti praktik konversi lahan dan pembukaan lahan dengan cara pembakaran yang masih dilakukan oleh sebagian masyarakat maupun pihak-pihak tertentu. Tak hanya itu, kata Edward, tingginya tingkat konversi lahan dipicu oleh berbagai faktor seperti kondisi sosial-ekonomi masyarakat, kebijakan pertanahan, serta tekanan demografis.
“Karena itu, pengendalian kebakaran di lahan gambut bukan hanya urusan teknis, tetapi juga menyangkut pendekatan sosial dan kebijakan jangka panjang,” katanya dalam sambutan.
“Saya harap, melalui Rakor ini, kita mampu merumuskan solusi bersama dalam pencegahan karhutla di Sumsel. Kita perlu sinergi, aksi nyata, dan komitmen kolektif untuk menjaga lingkungan dan masa depan generasi mendatang,” sambungnya.
Pemerintah Provinsi Sumsel diketahui telah menetapkan Status Siaga Darurat Bencana Asap akibat Karhutla melalui Keputusan Gubernur Nomor: 366/KPTS/BPBD-SS/2025 tanggal 17 Juni 2025. Dengan status ini, Pemprov Sumsel dapat mengerahkan seluruh daya dan upaya lintas sektor, termasuk keterlibatan TNI/Polri, untuk menangani potensi kebakaran secara terpadu.
Berdasarkan data, Sumatera Selatan telah mengalami tiga kejadian besar karhutla dalam satu dekade terakhir, yakni pada tahun 2015, 2019, dan 2023. Hal ini memunculkan persepsi di masyarakat bahwa fenomena El Nino dan kebakaran besar terjadi setiap empat tahun sekali.
Sekda menyayangkan praktik membuka lahan dengan cara membakar masih marak ditemukan, baik oleh masyarakat maupun korporasi secara diam-diam. Oleh karena itu, solusi menyeluruh perlu disusun bersama antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.
“Membakar memang cara termurah, tapi berdampak besar dan merugikan banyak pihak,” ujarnya.