Korupsi yang dilakukan oleh oknum BUMN pada pembangunan Jalan Tol Lampung ruas Terpeka diungkap Kejati Lampung. Modus yang digunakan yakni merekayasa laporan pada pengerjaan proyek tersebut.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung Armen Wijaya menjelaskan, pada proses penyidikan ini pihaknya telah melakukan pemeriksaan sebanyak 47 saksi.
“Bahwa modus operandi di dalam pembuatan pertanggungjawaban keuangan fiktif tersebut adalah dengan cara merekayasa dokumen tagihan-tagihan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang Kayu Agung (STA 100+200 s/d STA 112+200) Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2017-2019,” katanya, Rabu (16/4/2025).
Armen menerangkan, sumber pendanaan Pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang berasal dari Viability Gap Fund (VGF) PT Jasamarga Jalan layang Cikampek atas pekerjaan Pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated.
“Bahwa pekerjaan tersebut dilaksanakan berdasarkan Kontrak Nomor: 003/KONTRAK-DIR/JJC/IV/2017 Tanggal 05 April 2017, antara Kepala Divisi V BUMN selaku Kontraktor Pelaksana dengan Direktur Utama PT JJC selaku Pemilik Pekerjaan Proyek Pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung,” ungkapnya.
“Nilai Kontrak pekerjaan tersebut adalah sebesar Rp. 1.253.922.600.000 dengan panjang jalan yang ditangani dalam Pekerjaan pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung Adalah 12 km,” lanjutnya.
Kata Armen, pekerjaan tersebut dilaksanakan selama 24 bulan sejak tanggal 5 April 2017 sampai dengan tanggal 8 November 2019. Kemudian, dilakukan serah terima PHO tanggal 8 November 2019, dengan masa Pemeliharaan (FHO) selama 3 (tiga) tahun.
“Pada pelaksanaannya, terdapat penyimpangan anggaran pekerjaan pembangunan yang dilakukan oleh Oknum Tim Proyek pada Divisi 5 BUMN dengan membuat pertanggungjawaban keuangan fiktif atas pelaksanaan pekerjaan pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung,” jelasnya.
Dari hasil penyidikan tersebut, pihaknya menemukan kerugian negara mencapai Rp 66 miliar. Pihaknya berhasil menyita uang tunai sebesar Rp 1,6 miliar.
“Dari penyidikan ini, diketahui nilai proyek pembangunan dari STA 100+200 s/d STA 112+200 mengalami kerugian mencapai Rp 66 miliar dimana kami menyita uang sebanyak Rp 1.643.000.000,” ujarnya.