Wahyu yang Telantarkan Istri hingga Tewas Dituntut Hukuman Mati

Posted on

Terdakwa Wahyu Saputra yang menelantarkan istrinya hingga meninggal dunia dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang.

Tuntutan ini dibacakan JPU Muhammad Jauhari di hadapan majelis hakim yang diketuai Chandra Gautama dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin (13/10/2025).

JPU menilai, perbuatan terdakwa sengaja dan sadar menelantarkan istrinya selama berbulan-bulan tanpa memberi makan, perawatan, maupun pertolongan medis hingga korban meninggal dunia.

JPU juga menyatakan perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagimana diatur dalam Pasal 340 KUHP dengan dakwaan subsider pasal lainnya.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Wahyu Saputra dengan hukuman mati,” tegas jaksa di hadapan majelis hakim.

Usai mendengarkan tuntutan tersebut, terdakwa melalui kuasa hukumnya akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi, yang akan disampaikan pada sidang pekan depan.

Dalam dakwaan, JPU mengungkapan bahwa terdakwa Wahyu Saputra sudah menelantarkan korban Sindi Purnama Sari selama beberapa bulan. Pada November 2024 korban Sindi mulai mengeluhkan batuk berdahak.

Namun, terdakwa tidak pernah membawa istrinya berobat. Kondisi korban terus memburuk hingga 8 Januari 2025, saat itu tubuh korban sudah sangat lemah, kotor, dan rambutnya dipenuhi kutu karena tak pernah dimandikan.

Pada 9 Januari 2025 dini hari sekitar pukul 00.30 WIB, terdakwa bahkan sempat memaksa korban berhubungan badan. Namun korban menolak karena kondisi fisiknya yang lemah dan sering muntah.

Puncaknya, pada 21 Januari 2025, kondisi korban semakin kritis. Meski demikian, terdakwa masih enggan membawa istrinya ke rumah sakit. Baru sekitar pukul 17.00 WIB, terdakwa meminta bantuan saksi Dhea Defina untuk memasang infus di rumah.

Saksi Dhea terkejut melihat kondisi korban yang sangat memprihatinkan tubuh kurus, rambut penuh kutu, wajah pucat kekuningan, dan berbau tidak sedap. Setelah memeriksa tekanan darah korban yang hanya 60/40, Dhea menolak memasang infus dan menyarankan agar korban segera dibawa ke rumah sakit.

Atas inisiatif tetangga dan keluarga, korban akhirnya dibawa ke RS Hermina Jakabaring Palembang dan langsung dirawat intensif di ruang ICU.

Meski sempat menjalani perawatan, pada Kamis (23/1/2025) korban Sindi dinyatakan meninggal dunia.Korban meninggal dunia akibat henti jantung, disertai sesak napas, batuk berdahak, jantung berdebar, tubuh lemas, pucat,dan kekurangan gizi.