Bulan Safar 1447 H sudah mulai memasuki pengujung bulan. Pada bulan kedua di Kalender Hijriah ini, ada satu tradisi yang digelar oleh masyarakat muslim di Indonesia tak terkecuali Palembang, yaitu Rebo Kasan.
Rebo Wekasan atau Rebo Kasan biasa dilakukan pada hari Rabu terakhir bulan Safar. Tahun ini, tradisi tersebut dilakukan bertepatan pada Rabu (20/8/2025) atau 26 Safar 1447 H.
“Tradisi ini dinamakan Rebo Kasan karena adanya di hari Rabu (terakhir) bulan Safar. Jadi bulan ini diyakini akan ada 320 bala yang turun,” ungkap Ketua Panitia Rebo Kasan di Palembang, Mirza Indah Dewi, Rabu (20/8).
Dengan diyakini turunnya bala atau musibah itu, kata Mirza, orang Palembang jaman dulu akan berdoa agar bala tersebut tak turun.
“Disebutkan bahwa Bulan Safar adalah ‘bulan panas’. Sebetulnya semua hari dan bulan sama saja, ya. Tapi kita ambil positifnya saja,” katanya.
Dia menjelaskan, ada 3 kegiatan yang dilakukan dalam Rebo Kasan di Palembang. Tradisi ini diawali dengan mandi safar dengan tujuan menyucikan diri.
“Dulu, mandi safar ini dilakukan di Sungai Musi agar menyatu dengan alam. Namun, sekarang sudah tidak mungkin. Jadi beralih mandi di rumah masing-masing, tak lupa dengan bacaannya,” jelasnya.
Setelah itu, kegiatan ini dilakukan dengan salat sunah mutlak. Salat ini, kata Mirza, didirikan dengan 4 rakaat dengan 2 kali salam. Tahun ini, salat sunah dilakukan di Masjid Ar-Rahman, Jakabaring Sport City (JSC), Palembang.
Setelah salat, rombongan bergerak menuju danau JSC untuk menggelar acara sedekah. Menurut Mirza, kegiatan ini dinamakan berkelah.
“Berkelah ini asalnya dari kata elak atau mengelak yang berarti menolak, dalam hal ini maksudnya menolak bala. Dengan apa cara berkelahnya? bersedekah,” rincinya.
Pemilihan danau JSC sebagai tempat berkelah didasari dengan tradisi masyarakat Palembang jaman dahulu yang lebih memilih makan di pinggir sungai dengan suasana alam.
“Keluarga yang datang membawa makanannya masing-masing. Jadi saling bersedekah. Makanan ini juga disisihkan untuk dibagi ke yatim piatu maupun yang membutuhkan. Ada makanan Palembang dan juga makanan nusantara,” sebut dia.
“Di acara berkelah ini juga ada tampil kesenian. Ada yang main musik, menyanyi, dan menari. Jadi kebersamaan dan silaturahmi terjaga,” sambung Mirza.
Namun, Mirza melihat Rebo Kasan sudah mulai punah di Palembang. Lingkungan yang masih menjalankan tradisi yang diadakan satu tahun sekali ini hanya tinggal hitungan jari.
“Ini sudah hampir punah. Banyak generasi yang telah meninggalkan tradisi ini, bahkan generasi muda tidak tahu. Yang masih ada itu di 7 Ulu, 14 Ulu, 16 Ulu, Tangga Takat, dan ada 1 di Seberang Ilir,” keluhnya.
Meski banyak pro kontra mengenai tradisi ini, kata Mirza, ia berharap masyarakat masih akan meneruskannya di masa depan. Menurutnya, kegiatan ini positif dan dimaksudkan untuk ibadah.
“Saya berharap masyarakat dan dinas terkait dapat mendukung acara ini. Karena menurut saya, positifnya banyak,” tutupnya.
Salah satu jemaah, Zubaidah (57) mengatakan ia rutin mengikuti kegiatan ini setiap tahun.
“Tiap tahun selalu ikut Rebo Kasan. Biasanya di dekat rumah, 2 tahun ini di JSC,” ungkapnya kepada infoSumbagsel.
Warga Kelurahan 16 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang ini menyebut ia bersama rombongan biasanya membawa makanan masing-masing. Makanan tersebut kemudian ditaruh di tengah untuk berbagi.
“Kami datang sewa angkot, 20 rombongan. Lalu bawa makanan sendiri-sendiri untuk makan bersama setelah ibadah salat mutlak,” jelasnya.