Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mengambil langkah tegas terkait permasalahan angkutan batu bara. Mulai 1 Januari 2026, seluruh truk angkutan batu bara dilarang keras melintasi jalan umum, baik jalan nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.
“Saya tegaskan, mulai 1 Januari 2026, seluruh trafik angkutan batu bara yang melalui jalan umum dihentikan,” ujar Gubernur Sumsel Herman Deru, Selasa (30/12/2025).
Keputusan ini diambil sebagai respons atas keluhan masyarakat terkait kemacetan parah dan polusi udara, terutama di ruas Lahat hingga Tanjung Jambu. Kebijakan ini juga didukung penuh oleh 17 Bupati dan Wali Kota se-Sumatera Selatan yang telah mengirimkan surat pernyataan dukungan kepada Pemerintah Provinsi.
Dari data yang dipaparkan, terdapat 60 pemegang izin (IUP dan PKP2B) yang sudah beroperasi di Sumsel. Namun, baru 32 perusahaan yang dinyatakan aman karena sudah menggunakan jalur khusus, kereta api, atau jalur sungai.
Sisanya, terdapat 28 perusahaan yang masih sembunyi-sembunyi menggunakan jalan umum. Dari jumlah tersebut, 6 perusahaan berkomitmen pindah ke jalur khusus per 1 Januari, sementara 22 perusahaan lainnya dinyatakan belum siap dan menjadi sorotan utama pemerintah.
“Ada 22 perusahaan yang belum siap. Di ruas Lahat-Tanjung Jambu saja, 50 persen kemacetan disebabkan oleh sekitar 11 perusahaan di sana. Ini yang harus kita tertibkan,” tegasnya.
Meski dilarang total per 1 Januari, pemerintah memberikan waktu transisi selama satu bulan hingga 1 Februari 2026 bagi perusahaan untuk melaporkan progres pembangunan jalan khusus mereka kepada Tim Verifikasi. Tim ini terdiri dari unsur pemerintah, TNI, Polri, hingga melibatkan wartawan dan LSM sebagai pengawas.
“Selama masa ini, mereka yang bekerja di batu bara silakan tetap menambang, tapi batu baranya di-stockpile (ditumpuk), jangan dibawa keluar lewat jalan umum. Nanti di 1 Februari baru ditentukan, mana yang progresnya bagus bisa diberi toleransi, mana yang tidak ada progres akan ditutup permanen,” tambahnya.
Herman Deru juga mengajak masyarakat, wartawan, dan LSM untuk menjadi mata-mata di lapangan. Jika ditemukan ada truk yang melanggar setelah tanggal 1 Januari, masyarakat diminta segera melapor.
“Pengawasnya bukan cuma polisi atau Dishub, tapi masyarakat dan wartawan juga ya,” tegasnya.
Langkah ini diharapkan dapat menurunkan tingkat kemacetan dan mengembalikan kualitas udara di Sumatera Selatan ke standar yang sehat, sekaligus memaksa perusahaan tambang mematuhi aturan bisnis sesuai UU Minerba yang mewajibkan penggunaan jalur khusus.
Artikel ini ditulis oleh Ani Safitri peserta Program MagangHub Bersertifikat dari Kemnaker di infocom.
