Songket Limar Bunga Cogan Palembang yang Dulunya Hanya untuk Kaum NingratKain Songket Limar Bunga Cogan Palembang telah kembali pulang ke pangkuan Bumi Sriwijaya pada 29 Oktober 2025. Penyerahan warisan budaya tersebut diterima langsung oleh Wali Kota Palembang Ratu Dewa di rumah dinas Wali Kota Palembang.
Ada banyak jenis songket Palembang yang beredar di tengah masyarakat, salah satunya yakni Songket Limar Bunga Cogan Palembang. Jenis ini mungkin masih asing di telinga warga lokal apalagi pengunjung luar kota.
Kepulangan Songket Limar Bunga Cogan Palembang ke tanah asalnya memiliki cerita tersendiri. Selain itu, banyak keunikan yang membedakan songket tersebut dengan lainnya. Yuk, simak ulasannya di bawah ini.
Seorang warga Australia, Pete Muskens (70) menyerahkan Songket Limar Bunga Cogan Palembang secara langsung kepada pemerintah Kota Palembang. Ia mendapatkan kain tenun tersebut dari ayahnya, seorang pengacara asal Belanda yang pernah tinggal di Indonesia antara tahun 1945 hingga 1951.
Pete Muskens menjelaskan kain tenun khas Palembang yang berusia satu abad ini didapatkan dari seorang pilot sebagai pelunasan utang. Sejak itu, sang ayah menyimpan kain tersebut di loteng rumah.
Sesekali kain yang berarti bagi warga Palembang ini pernah dijadikan sebagai taplak meja oleh keluarga Muskens. Saat itu, mereka tidak mengetahui asal-usul tenun Palembang tersebut.
Perjalanan pengembalian Songket Limar Bunga Cogan Palembang ketika Pete Muskens berkunjung ke Sumatera Barat pada Mei lalu. Tiba di salah satu museum, ia melihat kain yang serupa miliknya.
Pete penasaran dengan kain tersebut dan menelusuri lebih detail melalui internet. Ia pun menemukan informasi bahwa songket yang ada di rumahnya itu berasal dari Kota Palembang.
Tanpa menunda lebih lama, Pete mencari kontak petugas Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Ia pun berkomunikasi lewat Zoom dan akhirnya memutuskan untuk menyerahkan kain tersebut kepada Pemerintah Kota Palembang.
“Saya merasa kain ini harus kembali ke tempat asalnya,” ujar Pete beberapa waktu lalu.
Untuk memahami betapa pentingnya Songket Limar Bunga Cogan ini, perlu menyelami lebih dalam karakteristik dan fungsinya di masa lalu. Kain ini, diperkirakan ditenun pada masa transisi akhir Kesultanan Palembang pada awal abad ke-20 dan bukan termasuk produk massal.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Ketua Masyarakat Peduli Indikasi Geografis (MPIG) Songket Palembang, Ilham Zhuliansyah menjelaskan bahwa secara teknis, kain tersebut memiliki keistimewaan yang menjadi pembeda di antara songket lainnya.
Kata limar merujuk pada teknik pewarnaan benang dasar (benang lungsi dan pakan) yang dicelup dengan berbagai warna cerah sehingga menghasilkan efek bergaris atau gradasi warna yang kaya sebelum proses menenun dimulai.
Berbeda dengan songket biasa yang benang dasarnya seringkali hanya satu warna solid. Limar menampilkan warna-warni yang menggambarkan kekayaan alam dan kreativitas Palembang.
Motif utama pada kain ini adalah Bunga Cogan yang merupakan motif geometris-floral yang teratur. Dalam kosmologi Palembang, bunga seringkali melambangkan keindahan, kesempurnaan, dan alam yang subur.
Motif Cogan sendiri dapat diartikan sebagai simbol keagungan atau mahkota, menguatkan asosiasinya dengan kalangan istana.
Songket ini menggunakan benang emas yang memiliki kandungan emas tertinggi dan kualitas terbaik. Tingkat kemewahan material ini secara langsung mencerminkan status sosial pemakainya.
Di masa kejayaannya, Songket Limar Bunga Cogan memiliki fungsi khusus yang hanya boleh dikenakan oleh kalangan ningrat, bangsawan tinggi, atau keluarga kerajaan dalam upacara-upacara adat yang sangat penting, seperti pernikahan agung atau penobatan.
Kain ini adalah simbol visual yang tegas memisahkan strata sosial, menjadikannya sebuah masterpiece yang mengandung sejarah kekuasaan dan kemewahan.
Kini, kain berukuran sekitar 80 x 200 cm ini menjadi salah satu artefak yang paling signifikan. menyediakan cerita sejbarah langsung menuju kehidupan istana Palembang pada lebih dari seratus tahun yang lalu.
Ratu Dewa dalam menekankan kepulangan songket ini sebagai tonggak sejarah penting. Songket Limar Bunga Cogan ini resmi menjadi koleksi kebanggaan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II).
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang menambahkan bahwa penempatan kain ini di Museum SMB II akan memberi manfaat ganda:
Menambah khazanah artefak museum yang dapat digunakan sebagai materi edukasi mengenai teknik tenun tradisional, strata sosial Palembang, dan sejarah mode busana di masa Kesultanan.
Songket Limar Bunga Cogan adalah jenis songket yang sangat langka dan hampir mustahil ditemukan di pasar kolektor. Kehadirannya akan menjadi magnet kuat bagi wisatawan budaya, peneliti, dan kolektor tekstil dari seluruh dunia untuk mengunjungi Palembang.
Dengan kembalinya Songket Limar Bunga Cogan, Palembang tidak hanya mendapatkan kembali sebuah kain tetapi juga sebuah narasi sejarah yang utuh. Narasi tentang keahlian menenun yang luar biasa, kekayaan budaya, dan status Palembang sebagai pusat peradaban yang berabad-abad menjadi epicentrum kebudayaan di Sumatera bagian selatan.
Kini, mahakarya ini telah “pulang” dan siap menceritakan kembali kisahnya kepada dunia. Kain berusia sangat tua ini menjadi jembatan abadi yang menghubungkan kejayaan masa lalu dengan upaya pelestarian budaya di masa kini dan yang akan datang.
Artikel ini dibuat oleh Annisaa Syafriani, mahasiswa magang Prima PTKI Kementerian Agama.
Cerita Kepulangan Songket Limar Bunga Cogan Palembang
Mengenal Songket Limar Bunga Cogan
1. Jenis Limar
2. Motif Bunga Cogan
3. Benang Emas Kualitas Terbaik
4. Fungsi Sosial
Penguatan Identitas dan Daya Tarik Wisata
1. Edukasi Historis
2. Daya Tarik Wisata
Untuk memahami betapa pentingnya Songket Limar Bunga Cogan ini, perlu menyelami lebih dalam karakteristik dan fungsinya di masa lalu. Kain ini, diperkirakan ditenun pada masa transisi akhir Kesultanan Palembang pada awal abad ke-20 dan bukan termasuk produk massal.
Ketua Masyarakat Peduli Indikasi Geografis (MPIG) Songket Palembang, Ilham Zhuliansyah menjelaskan bahwa secara teknis, kain tersebut memiliki keistimewaan yang menjadi pembeda di antara songket lainnya.
Kata limar merujuk pada teknik pewarnaan benang dasar (benang lungsi dan pakan) yang dicelup dengan berbagai warna cerah sehingga menghasilkan efek bergaris atau gradasi warna yang kaya sebelum proses menenun dimulai.
Berbeda dengan songket biasa yang benang dasarnya seringkali hanya satu warna solid. Limar menampilkan warna-warni yang menggambarkan kekayaan alam dan kreativitas Palembang.
Motif utama pada kain ini adalah Bunga Cogan yang merupakan motif geometris-floral yang teratur. Dalam kosmologi Palembang, bunga seringkali melambangkan keindahan, kesempurnaan, dan alam yang subur.
Motif Cogan sendiri dapat diartikan sebagai simbol keagungan atau mahkota, menguatkan asosiasinya dengan kalangan istana.
Songket ini menggunakan benang emas yang memiliki kandungan emas tertinggi dan kualitas terbaik. Tingkat kemewahan material ini secara langsung mencerminkan status sosial pemakainya.
Di masa kejayaannya, Songket Limar Bunga Cogan memiliki fungsi khusus yang hanya boleh dikenakan oleh kalangan ningrat, bangsawan tinggi, atau keluarga kerajaan dalam upacara-upacara adat yang sangat penting, seperti pernikahan agung atau penobatan.
Kain ini adalah simbol visual yang tegas memisahkan strata sosial, menjadikannya sebuah masterpiece yang mengandung sejarah kekuasaan dan kemewahan.
Kini, kain berukuran sekitar 80 x 200 cm ini menjadi salah satu artefak yang paling signifikan. menyediakan cerita sejbarah langsung menuju kehidupan istana Palembang pada lebih dari seratus tahun yang lalu.
Mengenal Songket Limar Bunga Cogan
1. Jenis Limar
2. Motif Bunga Cogan
3. Benang Emas Kualitas Terbaik
4. Fungsi Sosial
Ratu Dewa dalam menekankan kepulangan songket ini sebagai tonggak sejarah penting. Songket Limar Bunga Cogan ini resmi menjadi koleksi kebanggaan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II).
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang menambahkan bahwa penempatan kain ini di Museum SMB II akan memberi manfaat ganda:
Menambah khazanah artefak museum yang dapat digunakan sebagai materi edukasi mengenai teknik tenun tradisional, strata sosial Palembang, dan sejarah mode busana di masa Kesultanan.
Songket Limar Bunga Cogan adalah jenis songket yang sangat langka dan hampir mustahil ditemukan di pasar kolektor. Kehadirannya akan menjadi magnet kuat bagi wisatawan budaya, peneliti, dan kolektor tekstil dari seluruh dunia untuk mengunjungi Palembang.
Dengan kembalinya Songket Limar Bunga Cogan, Palembang tidak hanya mendapatkan kembali sebuah kain tetapi juga sebuah narasi sejarah yang utuh. Narasi tentang keahlian menenun yang luar biasa, kekayaan budaya, dan status Palembang sebagai pusat peradaban yang berabad-abad menjadi epicentrum kebudayaan di Sumatera bagian selatan.
Kini, mahakarya ini telah “pulang” dan siap menceritakan kembali kisahnya kepada dunia. Kain berusia sangat tua ini menjadi jembatan abadi yang menghubungkan kejayaan masa lalu dengan upaya pelestarian budaya di masa kini dan yang akan datang.
Artikel ini dibuat oleh Annisaa Syafriani, mahasiswa magang Prima PTKI Kementerian Agama.
