Di tengah Kecamatan Seberang Ulu (SU) I, Palembang, terdapat sebuah lorong yang memproduksi ribuan layangan setiap harinya. Lorong itu disebut dengan nama Kayangan atau Kampung Layangan karena sudah membuat layangn sejak tahun 1970’an.
Kampung ini terletak di Lorong Sepupu, Kelurahan 3-4 Ulu, Kecamatan SU I, Palembang, tak jauh dari salah satu tugu ikonik yaitu tugu KB. Jika disusuri, seluruh lorong tersebut dihuni oleh para pengrajin layangan di setiap rumahnya.
Dari pangkal hingga ke ujung lorong, terlihat para warga dari berbagai gender dan usia sedang merakit layangnya masing-masing.
Saat infoSumbagsel mendatangi kampung tersebut, tampak pula seorang warga yang membawa ratusan layangan di kedua tangannya untuk dibawa ke pengepul.
Salah satu pengrajin Nazaruddin mengatakan profesi ini menjadi pekerjaan utamanya 2 tahun ke belakang. Namun, tangannya telah lihai membuat layangan sejak kecil. Kemampuan ini ia dapatkan dari ibunya yang juga telah menjadi pengrajin layangan sejak tahun 1980-an.
“Ini turun temurun dari orang tua, saya generasi kedua. Dari kecil sudah belajar dan sudah terampil buat layangan, dari nyari bambu sampai jadi layangan siap jual,” ungkapnya, Jumat (22/8).
Nazaruddin menjelaskan, ia biasa membeli bambu di wilayah Kertapati. Kemudian bambu tersebut dibelah tipis-tipis dan diraut untuk menjadi kerangka layangan.
Ia kemudian membeli kertas minyak yang telah dipotong sesuai ukuran di sentra percetakan 19 Ilir. Setelahnya baru masuk proses cetak yang disebut reko atau mereko.
“Untuk mereko ini cetakan gambarnya pakai kertas yang biasa untuk hasil rontgen, sudah dibolongi sesuai desainnya. Kemudian dicat dengan cat tertentu,” jelasnya.
“Cat ini beda jenis sesuai warnanya. Untuk cat merah, saya pakai tinta printer dan warna hijau pakai cat kain. Pemilihan jenisnya tidak ada alasan khusus, hanya menyesuaikan mana warna yang bagus,” sambungnya.
Sebagai mantan buruh bangunan, ia menetapkan jam kerja sesuai dengan pekerjaan lamanya, yaitu pukul 08.00-16.00 WIB. Dalam waktu tersebut, Nazaruddin mengaku dapat membuat 200 layangan per hari. Jika pesanan sedang sepi, setidaknya 500 layangan tetap terjual setiap minggunya.
Nazaruddin menyebut, ia menjual layangannya seharga Rp 1.000 hingga 1.500 per buah.
“Musim layangan itu biasanya di musim libur seperti Mei-Agustus atau Desember-Februari. Biasanya ada yang datang dari Pasar 16 Ilir atau Mata Merah untuk beli banyak,” ujarnya.
“Saya juga pasarkan lewat Facebook, ada yang sudah kenal dan pesan dari WhatsApp. Saya juga selalu jual ke pengepul layangan di 2 Ulu,” ujarnya.
Sementara itu, pengrajin lainnya Diah mengatakan bahwa membuat layangan menjadi aktivitas sehari-hari setelah pekerjaan rumahnya selesai. Sekitar pukul 12.00 WIB, ia dan ibu-ibu akan berkumpul untuk meraut bambu bersama. Setidaknya, ada 3-5 wanita dalam satu kumpulan di setiap sudut lorong tersebut.
“Ini untuk menambah kegiatan dan mencari penghasilan. Sehari bisa membuat 100-150 buah. Lumayan 1 bulan bisa lebih dari Rp 1 juta untuk tambahan,” akunya.
Diah mengatakan, ia sudah membuat layangan sejak tahun 2000. Tak ada lagi kesulitan yang dihadapinya, keterampilan tersebut telah melekat dan menjadi keseharian tangannya bekerja.
“Awalnya coba-coba, mulai belajar dan bisa akhirnya setiap hari. Kesulitannya tidak ada karena sudah lama bisa,” ucapnya.
Sementara itu, Lurah 3-4 Ulu Rama mengatakan setidaknya ada 37 warga Lorong Sepupu yang membuat layangan. Ia menyebut, warga kampung tersebut telah membuat mainan ini atau layangan sejak tahun 1970-an.
“Total pengrajin sebanyak 37 orang kurang lebih dari 75 KK. Selain di sini, ada lagi di lorong sebelah tapi memang bawaan dari Lorong Sepupu,” ungkapnya.
Ia mengatakan, pihaknya pernah mengikutsertakan Kayangan dalam perlombaan tingkat kota. Dari sinilah tercetus nama Kayangan atau Kampung Layangan. Hal ini, kata Rama, juga sebagai upaya agar masyarakat luas tahu adanya sentra pembuatan layangan di Palembang.
“Pembeli layangannya dari dalam dan luar kota, seperti Muara Enim, Batu Raja, bahkan luar Sumsel yaitu Jakarta, Solo dan Batam. Peminatnya datang dari pesanan Marketplace,”
Rencananya, Rama akan mengajukan untuk desain layangan menggunakan ikon Kota Palembang. Diantaranya seperti Jembatan Ampera, Tugu Belido, dan motif songket.
“Harapan ke depannya akan dilombakan untuk para pemuda membuat maupun bermain layangan. Agar ekonomi dan nama Kampung Layangan ini semakin terangkat,” ujarnya.