Maulid Nabi adalah perayaan tahunan umat Islam yang memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang berlangsung setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Lantas, Maulid Nabi 2025 berapa hijriah?
Penanggalan Hijriah dan Masehi mempunyai perhitungan yang tidak sama, sehingga peringatan Maulid Nabi pada kalender Masehi selalu berubah setiap tahunnya. Sejumlah orang masih bingung dengan tahun Hijriah yang berjalan saat ini.
Untuk mengetahui tahun Hijriah Maulid Nabi 2025 harus melihat penanggalan dalam Islam yang berlaku sekarang. Mari simak ulasan lengkapnya di bawah ini.
Berdasarkan konversi kalender Hijriah ke Masehi yang ditetapkan Kementerian Agama Republik Indonesia, pada 25 Agustus 2025 memasuki bulan ketiga Hijriah yakni Rabiul Awal. Tahun yang berjalan masih 1447 Hijriah, belum terjadi pergantian tahun.
Dengan begitu, Maulid Nabi pada tahun ini jatuh pada 12 Rabiul Awal 1447 Hijriah yang bertepatan 5 September 2025. Dengan mengetahui penanggalan ini, umat Islam dapat melakukan persiapan untuk merayakan dengan penuh khidmat dan berkesan.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Hari Libur nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025, tanggal 5 September menjadi satu-satunya libur di bulan kesembilan ini. Libur ini memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Karena 5 September jatuh pada hari Jumat, artinya tanggal ini berdekatan dengan akhir pekan. Masyarakat dapat memanfaat libur lebih panjang bila digabungkan dengan Sabtu dan Minggu. Adapun detail jadwal liburnya sebagai berikut:
Jika infoers ingin menikmati libur yang lebih panjang lagi bisa mengambil jatah cuti tahunan sebelum libur nasional atau setelah akhir pekan. Misalnya, cuti diambil pada tanggal 3 dan 4 September. Bisa juga di tanggal 8 dan 9 September. Ini menyesuaikan dengan jumlah cuti kerja yang masih tersisa.
Dilansir laman NU Online, peringatan kelahiran Rasulullah SAW dilakukan oleh umat muslim sejak tahun kedua hijriah. Seorang bernama Khaizuran yang merupakan ibu dari Amirul Mukminin Musa Al-Hadi dan Al-Rasyid datang ke Madinah lalu memerintahkan pendudukan merayakan kelahiran Nabu Muhammad di Masjid Nabawi.
Khaizuran juga menyambangi Makkah untuk menyampaikan niat yang sama. Namun berbeda dari Madinah yang merayakan secara terang-terangan di Masjid, pendudukan Makkah membuat perayaan kecil di rumah mereka.
Sosok bernama Khaizuran merupakan tokoh berpengaruh pada masa pemerintahan tiga khalifah Dinasti Abbasiyah yakni Khalifah Al-Mahdi bin Mansur Al-Abbas, Khalifah Al-Hadi dan Khalifah Al-Rasyid. Karena pengaruh yang dimilikinya begitu besar, masyarakat muslim di Arab bisa digerakkan.
Dilansir Jurnal Peringatan Nabi (Tinjauan Sejarah dan Tradisinya di Indonesia) milik Moch Yunus, terdapat dua pendapat yang membahas tentang sejarah Maulid Nabi.
Pertama, tradisi maulid dilakukan oleh Khalifah Muiz li Dinillah. Seorang khalifah dinasti Fathimiyyah di Mesir yang hidup pada tahun 341 Hijriah. Perayaan maulid pertama kali dilakukan oleh mereka namun terjadi pelarangan oleh Amir Li Ahkamillah pada 524 H. Pendapat ini disampaikan oleh Al-Sakhawi yang wafat pada 902 H.
Kedua, diadakan oleh Khalifah Mudhaffar Abu Said pada tahun 630 H yang mengadakan acara maulid secara besar-besaran. Masa itu, Mudhaffar berpikir cara menyelematkan negerinya dari kekejaman Temujin, seorang raja Mongol bernama Jengiz Khan.
Untuk menghadapi kondisi tersebut, Mudhaffar mengadakan acara maulid selama 7 hari 7 malam. Ia juga menyediakan 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 keju dan 30.000 piring makanan. Acara itu menghabiskan dana 300.000 dinar uang emas.
Perayaan maulid berlangsung dari dinasti ke dinasti dan dipertahankan hingga sekarang. Umat Islam melakukan berbagai kegiatan pada momen peringatan Maulid Nabi 12 Rabiul Awwal.
Di Indonesia, perayaan Maulid Nabi dilakukan masyarakat mulai dari di mushala, masjid, majelis taklim hingga pondok pesantren. Adapun jenis kegiatanya beragama seperti khitanan massal, pengajian, perlombaan, ceramah atau tausiyah.
Puncak acara berlangsung pada malam 12 Rabiul Awwal dengan membaca sirah nabawiayah atau sejarah hidup Nabi Muhammad dari lahir hingga wafat. Ada juga yang melantunkan berbagai kalimat pujian untuk Rasulullah SAW seperti barzanji.
Masyarakat di setiap daerah mempunyai cara tersendiri untuk merayakan kelahiran manusia agung tersebut. Meskipun seringkali tidak ada hubungan antara kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan upacara atau tradisi yang dilakukan. Tujuan perayaan tersebut sebagai bentuk semangat spiritual yang dijaga dan dilestarikan melalui tradisi.