Mantan pejabat di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Prasetyo Boeditjahjono menjalani sidang dakwaan kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor PN Palembang, Kamis (16/10/2025).
Prasetyo Boeditjahjono yang terakhir menjabat sebagai Dirjen Perkeretaapian Kemenhub ini menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dalam megaproyek Light Rail Transit (LRT) Sumsel yang merugikan negara senilai Rp 74 miliar.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syaran Djafidzhan, terdakwa Prasetyo diduga tidak menjalankan tugas pengadaan barang dan jasa berdasarkan prosedur yang sah, khususnya dalam proses pemilihan penyedia proyek LRT Sumsel.
Jaksa menyebut bahwa PT Perentjana Djaja dijadikan penyedia proyek tanpa melalui mekanisme kompetisi yang wajar, dan ada persetujuan fee antara perusahaan tersebut dengan PT Waskita Karya.
Beberapa item pekerjaan yang seharusnya dikerjakan ternyata tidak terealisasi, namun tetap dibayarkan sesuai kontrak. Berdasarkan audit dan perhitungan keahlian, kerugian negara yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut mencapai Rp 74.055.156.050.
Maka itu, terdakwa Prasetyo didakwa secara alternatif dengan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, atau Pasal 3 juncto Pasal 18, atau Pasal 11 UU 20/2001 (perubahan atas UU 31/1999). Ia juga dijerat dakwaan gratifikasi sesuai Pasal 11 atau Pasal 13 UU Tipikor.
Tim penasihat hukum Prasetyo yang diketuai Grees Selly menyatakan keberatan atas dakwaan tersebut dan akan mengajukan eksepsi tertulis dalam persidangan mendatang.
Sebelumnya empat terdakwa lain dari pihak swasta termasuk pejabat PT Waskita Karya dan direktur PT Perentjana Djaja telah lebih dulu divonis dalam kasus proyek LRT Sumsel.
Kasus ini memunculkan sorotan kuat, karena proyek LRT Sumsel selama ini dianggap sebagai proyek strategis nasional yang menyedot anggaran besar. Keterlibatan pejabat tinggi kementerian dalam dakwaan ini memperburuk citra integritas dalam pengelolaan proyek infrastruktur publik.
Sidang lanjutan akan berfokus pada pembacaan eksepsi dan penentuan jadwal pemeriksaan saksi-saksi serta pembuktian lebih lanjut.