Kejati Sumsel menetapkan enam orang tersangka dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit macet kepada dua perusahaan di Palembang. Akibatnya, negara mengalami kerugian Rp 1,6 triliun.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, lima orang langsung ditahan dan satunya masih dirawat di rumah sakit.
Adapun identitas para pelaku yakni WS selaku Direktur PT BSD periode tahun 2016-sekarang merangkap Direktur PT SAL periode tahun 2011-sekarang, MS selaku Komisaris PT BSS tahun 2016-2022, DO selaku Junior Analisis Kredit Grup Resiko Kredit Divisi Kantor Pusat Bank BUMN tahun 2013.
Kemudian ED selaku Account Officer (AO) Relationship Manager di Agrobisnis kantor pusat Bank BUMN tahun 2010-2012, ML selaku Junior Analisis Kredit Grup Analisis Resiko Kredit tahun 2013 dan RA selaku Relationship Manager Divisi Agribisnis kantor pusat Bank BUMN tahun 2011-2019.
Kejati Sumsel Ketut Sumedana mengatakan para tersangka telah diperiksa sebagai saksi dan berdasarkan hasil pemeriksaan serta hasil gelar perkara ditemukan cukup bukti dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit bank kepada PT BSS dan PT SAL.
“Ya benar, penyidik menetapkan enam orang tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit bank plat merah kepada PT BSS dan PT SAL yang estimasi merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,6 triliun,” katanya kepada wartawan, Senin (10/11/2025).
Ketut mengungkapkan kelima tersangka dilakukan penindakan penahanan selama 20 hari ke depan yakni MS, DO, ED dan RA ditahan di Rutan Kelas I Pakjo Palembang, sedangkan tersangka ML dilakukan penahanan di Lapas Perempuan Kelas II B Merdeka.
“Sementara untuk tersangka WS tidak bisa hadir dan belum ditahan karena sedang dalam perawatan di rumah sakit, dan ada surat sakitnya dari dokter,” ungkapnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari mengatakan dalam perkara tersebut estimasi nilai kerugian negara sebesar Rp 1.6 tiruliun dikurangi dengan nilai yang telah dilakukan pelelangan dan sudah disita oleh Penyidik Kejati Sumsel senilai Rp. 506.150.000.000. Maka dari pengurangan nilai tersebut estimasi kerugian negara senilai Rp. 1.183.327.492.983,74.
“Sedangkan modus operandi perkara tersebut, bahwa pada tahun 2011 PT. BSS melalui Direktur saudara WS mengajukan permohonan kredit investasi kebun inti dan plasma atas nama PT. BSS sebesar Rp 760.856.000.000, selanjut PT SAL pada tahun 2013 mengajukan permohonannya kredit kembali kepada kantor pusat salah satu bank plat merah sebesar Rp. 677.000.000.000. Dalam proses pelaksanaan di lapangan Direktur Utama PT. BSS yang aktif mensosialisasikan ke petani plasma dan juga berhubungan langsung dengan instansi terkait,” ujarnya.
Masih kata Venny, pengajuan kredit dimaksud telah melakukan kesalahan dalam hal memasukan fakta dan data yang bermasalah, seperti syarat agunan, pencairan plasma dan kegiatan pembangunan kebun yang tidak sesuai tujuan pemberian kredit.
“Maka akibat perbuatan tersebut, terhadap fasilitas pinjaman kredit tersebut saat ini mengalami macet,” ujarnya.
