Elis (45), warga Palembang melaporkan salah satu pengembang perumahan (developer) usai mengaku menjadi korban penipuan dan penggelapan. Elis mendatangi Polda Sumatera Selatan usai karena mengalami kerugian Rp 238 juta.
Kepada wartawan di Mapolda Elis menyebut, kejadian yang dialaminya itu bermula kita ia membeli rumah secara kredit di salah satu perumahan mewah di Palembang.
Dimana menurutnya, berdasarkan informasi awal dari pihak developer bahwa harga rumah standar dengan tipe 60 di perumahan tersebut seharga Rp 850 juta, per-unit. Karena Elis mengaku tak berminat dengan luas bangunan yang tipe standar itu sehingga pihak developer tersebut berinisial AL menyanggupi untuk menambah luas bangunan dengan kesepakatan Elis harus menambah biaya kelebihan pembangunan senilai Rp 550 juta.
“Dia (AL) bilang bisa menambah luas bangunan rumah tersebut tapi saya harus menambah uang sebesar Rp 550 juta dari harga standar Rp 850 juta dan saya menyetujuinya,” ungkap Elis di Mapolda, Selasa (22/5/2025).
Bahkan, lanjutnya, karena merasa tertarik atas rayuan pihak developer Elis pun langsung melakukan pembayaran awal (DP) dan dilanjut dengan akad kredit di bank hingga melakukan pembayaran angsuran selama 6 bulan, dengan total keseluruhan Rp 238 juta.
Namun pada bulan keenam saat Elis mengecek rumah yang dia beli dengan kesepakatan tersebut ternyata pembangunan luasnya tidak sesuai dengan keinginan yang telah disepakati sebelumnya (bangunan standar). Pihak developer, katanya, mengatakan bahwa terkait penambahan luas bangunan akan diajukan dulu izinnya.
“Saat itu kan saya bilang, saya mau membeli rumah yang dibangun di atas tanah tersebut karena bangunannya lebih besar dari tipe 60, sehingga saya menambah uang Rp 550 juta, kalau hanya bangunan standar saya pasti tidak mau membelinya waktu itu, apalagi saya baru tahu kalau izin penambahan luas bangunan akan diajukan dulu ke pihak terkait, berarti dari awal pihak developer sudah ada niat jahat karena tidak jujur kepada konsumen” ungkapnya.
Elis menambahkan, usai melakukan pembayaran developer berjanji jika sertifikat hak milik rumah tersebut aman dan sudah di pecah per kapling atau per unit seperti saat ia mendapat tawaran untuk membeli rumah tersebut.
“Namun ternyata sertifikat belum di pecah dan tanpa memperlihatkan sertifikatnya terlapor merubah pesanan pelapor semula di blok B nomor 15, diubah menjadi blok B nomor 16 tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari pelopor,” terangnya.
Elis menduga yang dialaminya ini merupakan akal-akalan dari pihak developer agar konsumen berminat dan melakukan pembelian hingga pembayaran, dan apabila konsumen tidak berminat terhadap bangunan tersebut dan menyatakan tidak jadi membeli maka uang DP dan angsuran tidak bisa dikembalikan lagi kepada konsumen. Terlebih saat diminta untuk mengembalikan uangnya senilai Rp 238 juta tersebut, pihak developer menolak.
“Total uang saya yang masuk ke pihak developer sebesar Rp 238 juta, dan kejadian semacam ini diduga sudah banyak dialami oleh konsumen lain saat hendak membeli unit rumah di Botanica Residence. Saya berharap pihak developer Botanica Residence yaitu YS dan keluarganya dapat diproses sesuai hukum yang berlaku, karena perusahaan developer itu ternyata perusahaan keluarga. Semoga saja dengan kejadian ini, tidak ada lagi konsumen yang tertipu seperti saya,” jelasnya.
Laporan Elis terkait penipuan dan penggelapan itu telah diterima di SPKT Polda Sumsel dengan nomor: LP/ B/441/IV/2025/SPKT/Polda Sumsel pada tanggal 9 April 2025.
Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Nandang Mukmin Wijaya membenarkan pihaknya telah menerima laporan korban dan laporan tersebut saat ini sedang ditindaklanjuti.
“Iya, laporan terkait pasal 378 Jo 372 KUHP (penipuan dan penggelapan) dengan ancaman kurungan penjara selama 4 tahun sedang lidik,” katanya terpisah.