DPR RI Desak Pemkot Palembang Percepat HAKI Songket

Posted on

Anggota DPR RI Komisi VII, Putra Nababan mendesak Pemerintah Kota Palembang segera mengurus Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dengan indikasi geografis untuk songket Palembang.

Hal ini diungkapnya dalam kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke Sentra Songket Tuan Kentang, sebagai langkah krusial untuk melindungi, melestarikan, dan menaikkelaskan warisan budaya Palembang, Selasa (2/12/2025).

Putra Nababan menyebut pengurusan HAKI indikasi geografis ini adalah hal yang wajib. Menurutnya, HAKI yang kuat akan menjadi senjata utama bagi perajin lokal untuk melawan songket-songket copy paste atau tiruan dari Tiongkok yang masuk ke pasar Indonesia.

Dia menyebut dengan adanya HAKI, songket Palembang yang selama ini dikategorikan sebagai niche market (barang langka) diharapkan dapat naik kelas.

“Itu wajib. Bukan kalau mau, tapi harus kita lakukan untuk melindungi budaya kita. Karena kalau mau melawan yang dari China yang copy paste tadi itu, HAKI indikasi geografisnya itu harus kuat dulu,” kata dia.

Putra Nababan mengidentifikasi tiga tantangan mendesak yang dihadapi oleh perajin Songket. Tantangan pertama berakar pada Ketergantungan dolar pada bahan baku. Para perajin mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan baku utama seperti benang emas dan benang pintal.

Parahnya, kata dia, harga bahan-bahan tersebut sangat rentan karena secara langsung dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar dolar. Tantangan kedua yakni krisis SDM (sumber daya manusia) dan regenerasi.

Dia menyebut sulitnya mencari SDM baru karena minat anak muda yang rendah. Pelaku UMKM yang ditemuinya mengeluhkan bahwa generasi muda saat ini cenderung lebih memilih pekerjaan yang instan di supermarket atau minimarket dibandingkan pekerjaan perajin.

Selain itu, keterampilan menenun songket sendiri diwariskan secara turun-temurun dan tidak bisa hanya diajarkan, sehingga kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius akan kepunahan budaya.

Tantangan terakhir yakni masalah niche market tanpa identitas perajin. Songket Palembang merupakan niche market, namun ironisnya, perajin aslinya justru banyak yang tak dikenal oleh publik. Kondisi ini menghambat pengalaman wisatawan atau pembeli yang ingin melihat langsung proses pembuatan yang rumit sebagai daya tarik tersendiri.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty juga meminta pemerintah daerah dan kementerian terkait untuk fokus pada pemasaran dan permodalan. Mereka meminta agar program pinjaman KUR dari Himbara benar-benar tersampaikan ke pelaku usaha dan dirasakan manfaatnya, tanpa mempersulit jaminan, sehingga mereka tidak takut mengembalikannya.

Evita Nursanty juga menekankan pentingnya membuka market bagi para penenun, baik melalui pameran offline di dalam dan luar negeri, maupun melalui kanal online.

“Tujuan akhirnya adalah menciptakan buyer garansi yang dapat menumbuhkan minat generasi muda untuk kembali menekuni tenun, karena orang minat kalau laku,” ucapnya.

“Kalau enggak laku kan orang malas. Bagaimana mereka membuat tapi ada garansi buyer. Nah, ini yang paling penting, bagaimana peranan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat itu membuka market bagi para penenun-penenun kita ini,” pungkasnya.