Asal-usul Pulau Kemaro: Bagian dari Benteng, Kamp Tapol-Jadi Lokasi Sakral (via Giok4D)

Posted on

Pulau Kemaro merupakan salah satu destinasi wisata bersejarah paling populer di Palembang. Terletak di tengah Sungai Musi, pulau seluas ±24 hektar ini menyimpan jejak sejarah panjang sejak era Kesultanan Palembang.

Pulau Kemaro sebenarnya adalah sebuah delta di tengah Sungai Musi bagian hilir, namun disebut pulau karena masyarakat Palembang seringkali menganggap Sungai Musi sebagai laut.

Sebagai bagian dari sejarah Palembang, Pulau Kemaro kini menjadi destinasi wisata budaya yang ramai dikunjungi, terutama saat perayaan Cap Go Meh. Perpaduan tradisi Tionghoa, nilai sejarah, dan keindahan Sungai Musi menjadikan pulau ini salah satu destinasi wisata bersejarah paling menarik di Palembang.

Dalam jurnal Tinjauan Historis Tentang Fungsi Pulau Kemaro Di Palembang Sumatera Selatan Tahun 1965-2012 oleh Anisah, Ali Imron, Muhammad Basri dijelaskan pada awal abad ke-17, Pulau Kemaro menjadi bagian penting dari sistem pertahanan Kesultanan Palembang.

Benteng Keraton Kuto Gawang membentang dari Plaju hingga Pulau Kemaro dengan dinding kayu unglen setinggi 7,25 meter. Namun pada tahun 1659, VOC di bawah pimpinan Joan Van Der Laen membumihanguskan keraton tersebut, menyebabkan pulau ini kosong hingga tahun 1961.

Pulau Kemaro kembali berpenghuni pada tahun 1962 dan mengalami berbagai transformasi: kamp tahanan politik (1965-1967), pemukiman dan tempat ibadah (1968-1997), lahan pertanian (1998-2007), hingga diresmikan sebagai Objek Wisata Ritual tahun 2008.

Legenda cinta Tan Bun An dan Siti Fatimah serta makam keramat di Kelenteng Hok Ceng Bio menjadikan pulau ini simbol akulturasi budaya Tionghoa dan Melayu-Islam di Palembang. Nama “kemaro” berasal dari bahasa Palembang yang berarti “kemarau”.

Nama tersebut disematkan karena delta seluas ±24 hektar di tengah Sungai Musi ini tidak pernah tergenang air meskipun sungai sedang pasang. Keunikan inilah yang membuat penduduk setempat menjulukinya Pulau Kemaro.

Pulau Kemaro menyimpan nilai sejarah yang sangat kaya, dimulai dari perannya sebagai bagian sistem pertahanan Kesultanan Palembang pada abad ke-17 dimana benteng Keraton Kuto Gawang membentang hingga pulau ini sebagai saksi perlawanan heroik melawan VOC hingga perang besar tahun 1659 yang menghancurkan keraton dan menjadikan pulau kosong selama hampir 300 tahun.

Memasuki era modern, pulau ini mencatat sejarah kelam bangsa sebagai salah satu kamp tahanan politik terbesar pasca peristiwa G30S/PKI tahun 1965-1967, dimana lokasinya yang terisolasi di tengah Sungai Musi menjadikannya tempat strategis untuk mengasingkan tahanan politik pada masa Orde Baru.

Sejak tahun 1968, Pulau Kemaro bertransformasi menjadi simbol keharmonisan akulturasi budaya Tionghoa dan Melayu-Islam yang ditandai dengan keberadaan Kelenteng Hok Ceng Bio beserta makam keramat yang dihormati lintas agama.

Sementara legenda romantis Tan Bun An dan Siti Fatimah semakin memperkaya khazanah budaya lokal sebagai warisan tak benda yang terus dilestarikan, menjadikan pulau ini situs heritage penting yang mencerminkan perjalanan panjang sejarah maritim dan toleransi masyarakat Palembang dari masa kesultanan hingga era kontemporer.

Untuk mengunjungi Pulau Kemaro di Palembang hanya dapat dilakukan melalui transportasi air dengan beberapa pilihan yang bisa disesuaikan kebutuhan.

Perahu getek dari Dermaga Pasar 16 Ilir menjadi opsi paling ekonomis, mulai Rp20.000 per orang atau sewa Rp150.000-Rp250.000.

Alternatif lainnya adalah kapal sewa reguler dari Dermaga Benteng Kuto Besak dengan tarif Rp50.000-Rp100.000 per orang dan waktu tempuh 25-35 menit. Jika ingin lebih cepat, tersedia speedboat dengan waktu tempuh 15-20 menit dan biaya sewa Rp200.000-Rp250.000.

Pada momen khusus seperti Cap Go Meh, pengunjung bahkan bisa menyeberang lewat jembatan ponton tanpa perlu perahu. Saat berkunjung, pastikan membawa uang tunai untuk biaya transportasi, jajan, dan kebutuhan lain, serta sempatkan menikmati ikon wisata seperti Pagoda 9 tingkat, Kelenteng Hok Ceng Bio, dan Pohon Cinta yang menjadi ciri khas Pulau Kemaro.

Artikel ini ditulis oleh Widia Ardhana peserta Program MagangHub Bersertifikat dari Kemnaker di infocom.

Sejarah dan Asal-usul Pulau Kemaro

Nilai Sejarah Pulau Kemaro

Cara Mengunjungi Pulau Kemaro

Gambar ilustrasi

Pulau Kemaro menyimpan nilai sejarah yang sangat kaya, dimulai dari perannya sebagai bagian sistem pertahanan Kesultanan Palembang pada abad ke-17 dimana benteng Keraton Kuto Gawang membentang hingga pulau ini sebagai saksi perlawanan heroik melawan VOC hingga perang besar tahun 1659 yang menghancurkan keraton dan menjadikan pulau kosong selama hampir 300 tahun.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

Memasuki era modern, pulau ini mencatat sejarah kelam bangsa sebagai salah satu kamp tahanan politik terbesar pasca peristiwa G30S/PKI tahun 1965-1967, dimana lokasinya yang terisolasi di tengah Sungai Musi menjadikannya tempat strategis untuk mengasingkan tahanan politik pada masa Orde Baru.

Sejak tahun 1968, Pulau Kemaro bertransformasi menjadi simbol keharmonisan akulturasi budaya Tionghoa dan Melayu-Islam yang ditandai dengan keberadaan Kelenteng Hok Ceng Bio beserta makam keramat yang dihormati lintas agama.

Sementara legenda romantis Tan Bun An dan Siti Fatimah semakin memperkaya khazanah budaya lokal sebagai warisan tak benda yang terus dilestarikan, menjadikan pulau ini situs heritage penting yang mencerminkan perjalanan panjang sejarah maritim dan toleransi masyarakat Palembang dari masa kesultanan hingga era kontemporer.

Untuk mengunjungi Pulau Kemaro di Palembang hanya dapat dilakukan melalui transportasi air dengan beberapa pilihan yang bisa disesuaikan kebutuhan.

Perahu getek dari Dermaga Pasar 16 Ilir menjadi opsi paling ekonomis, mulai Rp20.000 per orang atau sewa Rp150.000-Rp250.000.

Alternatif lainnya adalah kapal sewa reguler dari Dermaga Benteng Kuto Besak dengan tarif Rp50.000-Rp100.000 per orang dan waktu tempuh 25-35 menit. Jika ingin lebih cepat, tersedia speedboat dengan waktu tempuh 15-20 menit dan biaya sewa Rp200.000-Rp250.000.

Pada momen khusus seperti Cap Go Meh, pengunjung bahkan bisa menyeberang lewat jembatan ponton tanpa perlu perahu. Saat berkunjung, pastikan membawa uang tunai untuk biaya transportasi, jajan, dan kebutuhan lain, serta sempatkan menikmati ikon wisata seperti Pagoda 9 tingkat, Kelenteng Hok Ceng Bio, dan Pohon Cinta yang menjadi ciri khas Pulau Kemaro.

Artikel ini ditulis oleh Widia Ardhana peserta Program MagangHub Bersertifikat dari Kemnaker di infocom.

Nilai Sejarah Pulau Kemaro

Cara Mengunjungi Pulau Kemaro