3 Khutbah Idul Adha 2025 Berbagai Tema dan Judul Terbaru baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Dalam rangkaian sholat Idul Adha dilakukan pembacaan khutbah oleh khatib. Khutbah Idul Adha dianjurkan berisi pembahasan mengenai haji, berkurban, dan materi lain yang menyangkut ketakwaan.

Khutbah Idul Adha berbeda dengan khutbah salat Jumat. Khutbah Jumat dilaksanakan sebelum salat, sementara saat Idul Adha dilaksanakan sebelum salat. Selain itu, pembacaan khutbah diselingi dengan gema takbir.

Tak sedikit jemaah yang terhanyut dalam materi khutbah sehingga banyak yang berderai air mata karena menyambut lebaran haji. Sejumlah umat Islam melakukan ibadah haji di tanah suci Makkah dan lainnya memperbanyak ibadah dengan cara salat, berkurban, dan bertakbir.

Inilah 3 teks khutbah Idul Adha 2025 terbaru berbagai judul yang disadur dari buku Himpunan Khutbah Jumat karya Dosen IAIN Palangkaraya, dan website NU Online.

الخطبة الأولى
الله اكبر – الله اكبر – الله اكبر 3x
الله أكبر كبيرا والحَمْدُ اللهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لا إله إلا الله والله أكبر الله أكبرُ وَ اللَّهِ الْحَمْدُ الْحَمْدُ للهِ الوَلِي الحَمِيدِ الْفَعَالِ لِمَا يُرِيدُ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِمًا وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ ، أَشْهَدُ أن لا إله إلا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أن سيدنا وَلَيْنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ اللَّهُم صل وسلم على سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ أَمَّا بَعْدُ : فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُونَ أوصي نفسي وَ إِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمَتَّقُونَ

Sebelum menyampaikan khutbah pada hari ini, melalui mimbar yang mulia ini perkenankan saya menghimbau kepada seluruh para jamaah untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan menjalankan dan mengutamakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Alhamdulilah, segala puji bagi Allah pada hari ini kita dapat merayakan hari raya besar islam yakni Hari Raya Idul Adha tahun 2025. Shalawat berbingkai salam mari kita sampaikan kepada baginda rasul Nabi Muhammad SAW, semoga syafaat beliau senantiasa mengiringi kita sampai hari kiamat nanti. Amin.

Hadirin Jamaah dul Adha yang dimuliakan Allah,

Hari Raya Idul Adha dikenal dengan sebutan lebaran haji, dimana kaum muslimin sedang menunaikan serangkaian ibadah haji yang puncak utamanya yaitu wukuf di Arafah. Tidak hanya itu para jamaah haji tak henti-hentinya mengucapkan talbiyah yakni

لبيكَ اللَّهُمَّ لَبَيْكَ، لَبَيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنَّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ.

“Aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu.”

Alhasil, semangat para jamaah haji, semangat para keluarga yang ditinggalkan, serta semangat seluruh. masyarakat Indonesia yang terbingkai dalam hari raya besar idul adha menjadikan berbagai persoalan yang menimpa menjadi tidak terasa bahkan justru menjadi pemacu kedekatan kita kepada rahmat Allah SWT.

Meski demikian tentu kita turut prihatin atas tragedi robohnya alat berat yang menimpa para jamaah haji kita di Makkah, semoga seluruh korban terutama yang meninggal dunia agar senantiasa mendapatkan curahan Rahmat dari Allah SWT dan menjadikan mereka sebagai syuhada’. Amin.

Hadirin jamaah Idul Adha yang mulia,

Bagaimana dengan kondisi kita di tanah air. Perlu kita sadari bersama, bahwa hingga info ini beragam persoalan serius masih menyelubungi bangsa kita. Berbagai persoalan memprihatinkan telah melanda di segenap lapisan masyarakat, baik persoalan sosial, budaya, masalah politik hingga masalah ekonomi. Dalam hal perekonomian kita, saat ini sebagaimana telah dilansir diberbagai media, kurs mata uang kita dari hari ke hari semakin melemah, sebaliknya dolar semakin mahal dan membubung tinggi.

Tentu saja jika hal ini dibiarkan tak terkendali, maka akan berdampak buruk terhadap perekonomian kita. Perlahan namun pasti, harga beragam kebutuhan pokok kita turut mengalami kenaikan. Yang paling memprihatinkan, di tengah-tengah kondisi seperti ini, kita masih dihadapkan dengan perilaku-perilaku dan mental-mental korup dalam birokrasi kita. Tampaknya memang benar, bahwa semua harga barang naik terus, harga orang turun terus, karena mental-mental seperti itu.

Mari sejenak kita lihat bagaimana kekayaan tanah air Indonesia yang kita cintai ini. Di Indonesia apa saja ada. Semuanya ada. Oleh karenanya yang tidak ada, pasti di Indonesia tidak ada, karena ada semua sama. Tapi apa yang terjadi? ketidakadilan ekonominya. Mengapa hal ini bisa terjadi.
Hadirin sidang Idul Adha yang dirahmati Allah SWT. Nabi Ibrahim AS sebenarnya sudah mengajarkan kepada kita tentang bagaimana arti hidup yang sesungguhnya. Allah berfirman:

“Dan tidak ada yang lebih baik agamanya daripada orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah (dengan ikhlas), sedang dia berusaha mengerjakan kebaikan dan dia pula mengikut agama Nabi Ibrahim yang lurus (yang tetap di atas dasar tauhid); dan (kerana itulah) Allah menjadikan Nabi Ibrahim sebagai (khalilullah) kesayangan-Nya,” (QS. An-Nisa: 125).

Nabi Ibrahim AS mendapat gelar khalilullah yang artinya kekasih Allah. Predikat ini bukan bikinan atau keinginan manusia apalagi permintaan Nabi Ibrahim sendiri. Tetapi langsung Allah-lah yang menganugerahkan seperti yang tercantum dalam ayat Al-Quran di atas. Sebagai kekasih Allah tentu saja Allah sangat sayang kepadanya, dan doanya selalu dikabulkan.

Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 124 sampai dengan ayat 129 menggambarkan betapa Allah memenuhi segala doaa yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim AS, Antara lain:

Nabi Ibrahim mendapat gelar khalilullah tentunya berkat usaha dan kesungguhannya dalam menegakkan syariat Allah dan pengabdiannya yang tak terhingga sebagai seorang rasul meskipun banyak tantangan dan rintangan yang ia alami. Di dalam kitab Nashaihul ibad diceritakan bahwa ada tiga alasan penting yang menyebabkan Nabi Ibrahim mendapat gelar “Khalilullah” yaitu:

Pertama, beliau selalu mengutamakan perintah Allah di atas perintah-perintah selain-Nya termasuk perintah akal dan perasaannya. Artinya beliau sami’na wa atho’na (patuh dan taat) dalam melaksanakan perintah-Nya meskipun perintah tersebut dirasakan sangat bertentangan dengan akal dan perasaannya. Tetapi karena perintah itu sudah jelas dari Allah, la pasrah kepada kehendak-Nya.

Sebagai contoh, pada mulanya, gelar spektakuler khalilullah itu dicurigai oleh para malaikat sebagai predikat karbitan, sehingga mereka menanyakan sendiri kepada Allah, “Wahai Tuhan, bagaimana mungkin Ibrahim itu mendapat gelar yang begitu terhormat, padahal dia masih sering berkutat dengan anak, istri, serta harta keduniaan yang kebanyakan sebagai penghalang paling besar dalam mengabdi kepada-Mu?.

“Kalian jangan memandang seseorang dari lahiriahnya saja, hendaklah kalian meneliti hatinya. Kendati Ibrahim bergelimang dengan anak dan istrinya, namun ia merupakan figur yang tidak pernah membagi cintanya terhadap-Ku. Kalau tidak percaya, coba saja kau uji wahai Jibril! demikian jawab Allah.”

Nabi Ibrahim AS merupakan seorang hartawan, memiliki 12.000 anjing penjaga domba. Kita tinggal membayangkan berapa ekor domba yang harus diawasi oleh setiap anjing. Untuk memeriksa kawanan dombanya itu, beliau cukup naik ke sebuah bukit seraya memandang kawanan dombanya itu, hanya begitu cara menghitungnya.

Pada suatu hari, Jibril AS pun berangkat untuk menguji kedalaman tauhid Nabi Ibrahim dengan menyamar sebagai manusia biasa. Setelah berjumpa, Jibril pun berkata, “Wahai Nabiyullah, milik siapakah kawanan domba yang sangat banyak itu?”.

“Itu semua milik Allah, hanya saja saat ini aku diberi mandat untuk mengurusnya. Bisakah engkau bershadaqah padaku seekor saja?. “Sebutlah nama Allah dan engkau bisa mengambil sepertiga kawanan itu,” jawab Nabi Ibrahim. Lantas Jibril AS mengatakan, “Subbuhun quddusun robbuna wa rabbul malaikati warruh (Maha Suci Allah. Tuhan kita, Tuhan para malaikat, dan Tuhan Jibril).”

Sejenak kemudian, Nabi Ibrahim menyuruh Jibril lagi, “Sebutlah sekali lagi asma Allah dan kau bisa mengambil separuhnya.” Jibril pun menyebut asma Allah lagi dan menerima porsi sesuai yang telah dikatakan Nabi Ibrahim. Lagi-lagi, Nabi Ibrahim berkata, “Sebutlah asma Allah sekali lagi, dan kau bisa mengambil seluruh kawanan domba itu beserta penggembalanya dan seluruh anjing penjaganya.”

Jibril pun menyebut asma Allah lagi. Anehnya, Nabi Ibrahim masih berkata lagi, “Sebutlah asma Allah sekali lagi, aku dapat engkau jadikan sebagai budakmu”
Melihat sendiri keteguhan Nabi Ibrahim ini, jibril betul-betul terpana, sehingga Allah memanggilnya, “Wahai Jibril, bagaimana dia menghadapi ujianmu?”. “Dia memang betul-betul kekasih-Mu, wahai Tuhan,” jawab Jibril.

Setelah semuanya berakhir, Nabi Ibrahim lantas memanggil seluruh menggembala dombanya, lalu ta berkata, “Wahai para penggembala, pergilah kalian dengan membawa domba-domba itu mengikuti orang ini sebagai pemilik harunya, hari ini aku sudah tidak memiliki domba lagi, dan kalian sendiri menjadi milik orang ini.” Terperanjatlah Jibril mendengarnya.

Maka, segera saja dia berujar, “Wahai Nabiyullah, saya tidak membutuhkan semua itu, kedatanganku hanya untuk mengujimu, untuk mengetahui sebatas mana ketinggian martabatmu di sisi Allah. Aku sendiri adalah Jibril” “Aku sebagai khalilullah pantang mengambil kembali apa yang telah aku berikan pada orang lain,” begitu tegas Nabi Ibrahim.

Dijawab demikian, Jibril menjadi kebingungan, sehingga Allah menengahi persoalan itu dengan jalan agar domba-domba itu dijual saja seluruhnya kemudian dibelikan tanah sebagai wakaf yang ditanami berbagai jenis buah-buahan. dan bahan makanan yang dapat dipetik siapa saja yang membutuhkan sampai hari kiamat. Contoh lain bagaimana Ibrahim mematuhi perintah Allah adalah ketika beliau merelakan putranya Ismail untuk disembelih karena atas perintah Allah. Allahuakbar-allahuakbar-allahuakbar allahuakbar walillahilham

Kedua, Nabi Ibrahim AS memperoleh gelar khalilullah karena beliau tidak pernah khawatir atas rizki yang sudah menjadi tanggungan Allah. Mental ini pula yang jarang dimiliki oleh manusia di muka bumi ini. Karakter keyakinan bahwa semua model dan bentuk rezeki telah diatur dan sudah menjadi tanggungan Allah, menempatkan Ibrahim sebagai contoh manusia yang berhasil menumbuhkan keyakinan pada level puncak yaitu haqqul yaqin, bukan ainul yaqin apalagi ilmul yaqin. Haqqul yaqin menempatkan keyakinan dan ilmu pengetahuan dan kebenaran hanya bersumber pada kepatuhan secara mutlak kepada Allah SWT. Sebagaimana QS. Al-Haj ayat 54: “Hanya orang yang berilmu yang diperoleh dari Allah al-haq yang bisa benar”.

Hadirin jamaah idul adha yang mulya

Ketiga, mengapa Nabi Ibrahim berhasil memperoleh gelar khalilullah, disebabkan hanya karena kebiasaan yang sangat remeh, yaitu jika makan beliau tidak suka makan sendirian, baik pada siang maupun malam hari, kecuali bersama tamu/sahabat/tetangga.

Hal ini dilatari oleh sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Ibrahim AS, pernah berjalan satu atau dua bukit hanya untuk mencari orang untuk menemaninya makan. Lalu beliau berjumpa dengan seorang lelaki tua.
Pada saat menyantap makan, Baginda tidak mendengar lelaki itu menyebut nama Allah. Hal ini mengundang Nabi Ibrahim bertanya, “Apakah sebenarnya agama engkau wahai orang tua? orang tua tersebut menjawab, aku beragama Majusi.

Mendengar jawaban tersebut, nabi Ibrahim segera menghalau orang tua majusi tersebut dan tidak memberinya makan. Perbuatan Nabi Ibrahim ini segera ditegur oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril yang memberitahu Nabi Ibrahim bahwa selama 70 tahun Allah SWT memberi rezeki pada orang tua itu walaupun dia kufur, tapi mengapa engkau menghalau dia dari makan bersamamu wahai Ibrahim? Mendengar arahan Jibril, lantas Nabi Ibrahim mengajaknya makan kembali hingga menjadi kebiasan hingga wafat beliau. Inilah yang menjadi penyebab mengapa Allah menjadikan Ibrahim kesayangannya.

Beliau tidak hanya memberikan pengajaran akan mulianya memberikan makan, beliau juga mengajarkan bahwa ketika ada tamu yang datang berkunjung ke rumahnya, beliau menyegerakan dalam memberikan hidangan, tanpa berlama-lama mengobrol sehingga lupa dan enggan memberikan hidangan. Tidak hanya itu, nabi Ibrahim dalam menyuguhkan hidangan tampaknya periu juga kita tiru.

Nabi Ibrahim tidak pernah meminta tamunya untuk mempersilakan mendekat ke hidangan, melainkan Nabi Ibrahim sendiri yang mendekatkan hidangan itu dekat dengan tamunya, bukan tamunya yang disuruh mendekati hidangan itu. Ketika nabi Ibrahim mempersilahkan tamunya untuk menyantap, tampaknya juga ada baiknya jika kita belajar bagaimana etika Ibrahim dalam mempersilahkan tamunya menyantap hidangan.

Bagaimana perkataan beliau ketika mempersilahkan menyantap hidangan? Ucapan beliau adalah “mengapa tuanku tidak menyantap hidangan yang aku suguhkan? Ada apa gerangan dengan hidangan yang kusuguhkan? Sungguh luar biasa, dari ucapan tersebut tampak begitu jelas bagaimana beliau benar-benar berharap dan benar-benar mengikhlaskan hidangan itu untuk di santap, bukan separuh hati sebagaimana yang kita lakukan selama ini.

Belajar dengan nabi Ibrahim melalui 3 kebiasaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa, beliau memandang harta sebagaimana banyaknya kambing yang dimilikinya tak lebih hanya sebagai amanah dari Allah yang dititipkan sementara kepada kita. Nabi Ibrahim tidak memandang harta dan kekayaan, bukan sebagai bentuk penghasilan dan hak milik selama-lamanya.

Selanjutnya, bagaimana menyikapi berbagai persoalan yang melanda tanah air kita saat ini, Nabi Ibrahim memberi pelajaran berharga kepada kita melalui prinsip kebersamaan dalam miniatur makan bersama, berbagi kebahagiaan dengan tetangga dan handai tolan. Prinsip kebersamaan yang dibangun oleh Nabi Ibrahim tentu sangat selaras dengan falsafah hidup kita. Sebuah prinsip hidup bersama, berdampingan, bekerjasama menjunjung tinggi kerukunan perdamaian, persamaan dalam ekonomi, sosial, politik dan budaya.

Dan yang terakhir, pelajaran berharga yang dapat dipetik dari nabi Ibrahim adalah belajar berkorban, bukan setahun sekali berkorban itu, melainkan tiap hari sebagaimana beliau berkorban meski hanya sepiring nasi. Semoga khutbah ini bermanfaat. Amin.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ العَظِيمِ وَ تَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيات والذكر الحكيم . وَ تَقَبَّلَ مِنِّي وَ مِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ

الله أكبر ( 3 كالي ( الله أكبر ( 3 كالي ( الله أكبر كبيرا و الحمد لله كَثِيرًا وَسُبْحَانَ الله بكرة وأصيلا الحَمدُ للهِ وَحْدَهُ صَدَقَ وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأَحْزَابَ وَحْدَهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لا إله إلا الله وحده لا شريك له, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيْدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجْمَعِينَ أمَّا بَعْدُ فَيا أَيُّهَا المُسلِمُونَ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوهُ وَاعْلَمُوا أَن الله يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ والأمواتِ إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُحِيبُ الدَّعَوَاتِ

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ، أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمُ

Jamaah salat Idul Adha rahimakumullah, Idul Adha yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia pada setiap bulan Dzulhijjah merupakan hari raya yang sangat identik dengan dua ibadah, yakni haji dan kurban.

Dalam tuntunan agama Islam, ke dua ibadah ini memang hanya bisa dilakukan pada bulan Dzulhijjah. Hari raya Idul Adha, haji, dan kurban juga tak bisa dipisahkan dari kisah dan perjalanan hidup Nabi Ibrahim beserta keluarga karena banyak peristiwa yang mewarnai kehidupannya diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban.

Pada kesempatan khutbah kali ini, mari kita menapak tilas dan menelusuri kembali kisah perjalanan dan perjuangan hidup yang dialami oleh kakek moyang Nabi Muhammad saw ini yang berkaitan erat dengan ibadah haji dan kurban.

Dengan mengenang kembali perjuangan Nabi Ibrahim, diharapkan kita mampu mengambil ibrah, hikmah, dan nilai-nilai spiritual sebagai modal dalam menjalani kehidupan ini. Dengan memahami sejarah ini, mudah-mudahan kita juga bisa termotivasi untuk bisa melaksanakan ibadah haji dan kurban yang semua umat Islam pasti mengidam-idamkannya.

Kaum mulsimin dan muslimat, jamaah salat Idul Adha rahimakumullah, Kita awali kisah perjalanan dan perjuangan keluarga Nabi Ibrahim dan istrinya yang bernama Siti Hajar dari saat Allah menganugerahi mereka seorang putra yang sudah diidam-idamkan sejak lama.

Kelahiran putra yang diberi nama Ismail ini diiringi dengan perintah dan cobaan dari Allah swt untuk menempatkan Siti Hajar dan Ismail di daerah lembah yang tandus dan gersang. Kisah ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 37:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ

Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan salat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Saat tinggal di lembah itu, suatu hari Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui Ismail. Ia pun mencari air ke sana-kemari sambil berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali. Peristiwa inilah yang kemudian diabadikan menjadi salah satu rukun haji, yakni Sa’i atau berlari-lari kecil antara kedua bukit tersebut.

Di tengah kesusahan itu, Allah menurunkan pertolongan melalui mata air yang muncul dari tanah, tepat di bawah kaki Ismail, yang saat itu sedang menangis kehausan. Di tempat inilah keluar air penuh berkah yang sampai saat ini bisa terus dinikmati oleh umat Islam seluruh dunia bernama air zamzam.

Cobaan keluarga Nabi Ibrahim tidak berhenti sampai di situ. Nabi berjuluk “Khalilullah” (kekasih Allah) ini mendapatkan perintah dari Allah swt melalui mimpi untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail. Perintah ini juga menjadi sebuah ujian keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim kepada Allah.

Karena sebelumnya, ia pernah mengeluarkan janji bahwa jika Allah menghendaki Ismail untuk dikurbankan, maka ia akan melakukannya. Perintah itu pun akhirnya benar-benar datang kepadanya Awalnya, ketika bermimpi diperintahkan untuk menyembelih Ismail, Ibrahim merasa ragu.

Ia pun melakukan perenungan dan berfikir-fikir apakah ini benar-benar perintah Allah. Peristiwa ini kemudian diabadikan dengan nama Tarwiyah yakni hari perenungan di mana kita disunnahkan berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah.

Setelah perenungan ini, kemudian hilanglah keragu-raguan itu. Karena Nabi Ibrahim kembali bermimpi hal yang sama untuk menyembelih Ismail dan tahu jika itu adalah benar-benar perintah Allah swt. Peristiwa ini yang kemudian diabadikan dengan nama hari Arafah yang berarti ‘mengetahui’ di mana kita juga disunahkan berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Jamaah Salat Idul Adha rahimakumullah, Setelah Nabi Ibrahim tahu dan yakin perintah itu datang dari Allah, maka ia pun menyampaikan dan berdiskusi dengan Ismail. Dialog bersejarah antara Ayah dan anak ini pun diabadikan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya: “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar,”

Akhirnya, hari itu pun datang ketika Ibrahim dengan keimanan dan ketakwaannya serta Ismail dengan keyakinannya akan melaksanakan prosesi penyembelihan. Pada waktu itu, setan juga terus membisikkan kepada Ibrahim, Ismail, dan juga Siti Hajar untuk tidak usah menjalankan perintah Allah ini.

Namun, keyakinan mereka tidak goyah sedikit pun. Untuk mengusir setan yang mengganggu, Nabi Ibrahim pun melemparinya dengan batu yang kemudian peristiwa ini diabadikan dalam ritual ibadah haji, yakni melempar jumrah.

Ketika info-info Ibrahim akan menyembelih Ismail, tiba-tiba Allah swt berfirman dan memerintahkan Ibrahim berhenti tidak menyembelih Ismail. Firman ini termaktub dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:

وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ. كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian, salam sejahtera atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Atas peristiwa ini Malaikat Jibril yang membawakan hewan untuk disembelih sebagai pengganti Ismail pun berseru “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Takbir ini disambut Ibrahim dengan “Lailaha illahu Allahu Akbar” yang kemudian disambung oleh Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.”

Dari peristiwa epik inilah, umat Islam kemudian disyariatkan untuk menyembelih hewan kurban di hari raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Peristiwa ini juga menegaskan bahwa seseorang dilarang keras mengalirkan darah manusia.

Jamaah salat Idul Adha rahimakumullah, Dari peristiwa bersejarah keluarga Nabi Ibrahim ini, kita bisa banyak mengambil hikmah dan keteladanan. Dimulai dari keteladanan perjuangan hidup sampai dengan keteguhan iman dan takwa dalam menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Kisah-kisah Nabi Ibrahim, yang termaktub dalam Al-Qur’an dan terwujud dalam bentuk ibadah seperti sai, melempar jumrah, puasa tarwiyah dan Arafah, serta menyembelih hewan kurban ini harus semakin meningkatkan keyakinan dan keteguhan kita dalam beribadah.

Karena memang tujuan dari diciptakannya kita ke dunia ini adalah untuk beribadah. Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS Ad Dzariyat: 56).

Jamaah salat Idul Adha rahimakumullah, dalam menjalankan ibadah haji dan kurban, kita membutuhkan keteguhan dan keyakinan yang kuat karena harus rela mengeluarkan harta yang kita miliki. Jika tidak memiliki niat yang kokoh, maka haji dan kurban pun akan sulit untuk dilakukan.

Untuk berhaji, kita harus berkorban menyiapkan puluhan juta rupiah guna membayar biaya perjalanan ke Tanah Suci. Ditambah juga kesabaran tinggi karena harus rela antre bertahun-tahun karena banyaknya umat Islam yang ingin menjalankan rukun Islam kelima ini.

Untuk berkurban, kita juga harus menyediakan anggaran jutaan rupiah untuk membeli hewan kurban dan kemudian dibagi-bagikan kepada orang lain. Namun, ma’asyiral Muslimin wal Muslimat jamaah salat Idul Adha rahimakumullah, Kita tidak perlu khawatir.

Harta dunia yang kita keluarkan untuk berangkat ke Tanah Suci ini akan dibalas oleh Allah swt dengan kenikmatan kehidupan akhirat di surga yang abadi. Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Artinya: “Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga.” (HR al-Bukhari).

Begitu juga dengan ibadah kurban, Rasulullah telah menegaskan dalam dari Siti Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.”

Jamaah salat Idul Adha rahimakumullah, Demikian khutbah Idul Adha yang mengangkat tentang kisah inspiratif penuh perjuangan dari keluarga Nabi Ibrahim yang diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban. Semoga bisa menambah pengetahuan kita sekaligus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Dan semoga Allah swt senantiasa menurunkan hidayah dan rezekinya kepada kita sehingga kita bisa menjalankan tugas kita untuk beribadah khususnya mampu untuk melakukan ibadah haji dan berkurban. Amin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

(H. Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung)

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لِلهِ الرَّحِيْمِ الرَّحْمَنِ، أَمَرَ بِالتَّرَاحُمِ وَجَعَلَهُ مِنْ دَلاَئِلِ الإِيْمَانِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمِهِ الْمُتَوَالِيَةِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، الرَّحْمَةُ الْمُهْدَاةُ، وَالنِّعْمَةُ الْمُسْدَاةُ، وَهَادِي الإِنْسَانِيَّةِ إِلَى الطَّرِيقِ الْقَوِيْمِ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
أَمَّا بَعْدُ: فَأُوْصِيْكُمْ عِبَادَ اللهِ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hadirin-hadirat jamaah salat Idul Adha rahimakumullah. Pertama-tama, marilah kita semua senantiasa terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi semua yang dilarang oleh-Nya.

Pada hari ini yang dimulai setelah kita menyelesaikan salat ‘Id, kita disunnahkan untuk berkurban, yakni menyembelih binatang seperti kambing atau sapi yang kemudian dagingnya kita makan, kita hadiahkan dan kita sedekahkan kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan.

Kesunnahan berkurban ini berkaitan dengan sejarah Nabi Ibrahim AS yang diuji keimanannya oleh Allah untuk melepaskan sesuatu yang paling ia cintai di dunia ini, yakni dengan menyembelih putranya.

Pada malam tanggal 8 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS mendapatkan wahyu melalui mimpinya bahwa Allah memerintahkan kepadanya untuk menyembelih anak yang paling ia sayangi. Nabi Ibrahim merenung panjang, “Haruskah ia mengikuti perintah Tuhannya untuk melepaskan hal yang paling ia sayangi, hal yang paling ia sukai? Apakah mimpi ini benar dari Allah atau bukan?” Nabi Ibrahim sangat sedih dalam permenungan yang sangat panjang itu.

Karenanya, pada tanggal 8 Dzulhijjah yang kita semua disunnahkan untuk berpuasa disebut dengan hari “tarwiyah” yang berarti “hari merenung”, yakni hari di mana Nabi Ibrahim AS melakukan permenungan panjang atas mimpinya.

Kegalauan Nabi Ibrahim AS mendapatkan jawabannya pada malam hari berikutnya, yakni pada malam hari 9 Dzulhijjah, bahwa ia benar-benar diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anak kesayangannya yang bernama Isma’il. Karenanya, tanggal 9 Dzulhijjah yang kita semua, umat Islam disunnahkan berpuasa disebut dengan “hari Arafah” yang berarti “pengetahuan”, yakni hari di mana Nabi Ibrahim AS mendapatkan jawaban atau pengetahuan atas perintah Allah yang ia ragukan sebelumnya.

Dengan dasar ketaatan kepada Allah yang sangat tulus, dengan latar belakang rasa cinta kepada Tuhan yang mengalahkan segalanya, Nabi Ibrahim AS benar-benar mantap dan bertekad akan menjalankan perintah-Nya, yaitu menyembelih Ismail, orang yang paling ia sayangi.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ ولله الحمد

Hadirin jamaah salat Idul Adha rahimakumullah. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Nabi Ibrahim AS saat itu. Seorang ayah yang sudah lama sekali menanti memiliki keturunan, namun ketika dikaruniai anak melalui pernikahannya dengan Dewi Hajar, anak yang beliau impi-impikan itu harus disembelih dengan tangannya sendiri, padahal Nabi Ibrahim AS memiliki anak ketika usianya sudah sangat sepuh, yakni 86 tahun.

Dalam Al-Qur’an surat Ash-Shâffât 100-101 diceritakan bahwa Nabi Ibrahim AS meminta kepada Allah diberi keturunan yang saleh, lalu Allah mengabulkannya dengan memberi anak yang sabar.

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ. فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ.

Kita juga tidak bisa membayangkan bagaimana dialog Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan istrinya ketika meminta izin untuk menjalankan perintah Allah, yakni menyembelih anaknya. Sudah pasti perasaan keduanya hancur karena harus melepas kesayangannya.

Perasaan keduanya gundah dan berkeping-keping karena orang yang paling ia sayangi akan mati di tangannya. Tapi, rupanya cinta Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan istrinya kepada Allah SWT melebihi segala-galanya. Demi mengikuti perintah Allah, keduanya rela melepaskan orang yang paling dicintai.

Begitu juga, kita tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan suami istri itu ketika meminta izin kepada anaknya yang akan dikorbankan, yakni Ismail AS. Tapi Isma’il sendiri justru menguatkan tekad ayah dan ibundanya untuk menunaikan perintah Allah SWT

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ.

“Ketika anak itu memasuki usia dewasa, sudah berkembang, sudah bisa bepergian dan berjalan, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata kepada anaknya: Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Isma’il anak Ibrahim menjawab: Wahai bapakku, lakukanlah apa yang diperintah (Allah) kepadamu, insyaallah engkau akan mendapatiku bagian dari orang-orang yang sabar” (QS Ash-Shâffât 102).

Setelah Nabi Ibrahim AS dan Ismail, anak yang akan dikurbankannya itu sampai di tempat yang diperintahkan (menurut Ubaid bin Umair di tempat yang di kemudian hari disebut “Maqâm Ibrahim”; menurut Mujâhid, di Mina), tiba-tiba Allah memberikan wahyu untuk menggantinya dengan kambing.

Atas dasar cinta kepada Allah yang melebihi segala-galanya, keluarga Nabi Ibrahim menjadi keluarga yang terberkati. Nabi Ibrahim diberi gelar “khalîlullah” atau kekasih Allah, dan dari keluarga ini lahirlah keturunan-keturunan para nabi seperti Nabi Ishâq, Nabi Ya’qûb, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW.

كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

“Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash-Shâffât 110).

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ ولله الحمد

Hadirin-hadirat yang dimuliakan Allah, peristiwa Nabi Ibrahim yang sangat mendebarkan hati ini, bukan semata-mata arsip sejarah yang perlu dikenang jika dibutuhkan, tapi kisah ini memiliki makna, ‘ibrah atau pelajaran yang perlu diambil dan diperhatikan bagi seluruh umat manusia. Kisah Nabi Ibrahim AS adalah simbol pengorbanan di dalam beragama.

Di antara pelajaran itu, pertama, beriman atau beragama pada dasarnya melawan hawa nafsu atau kesenangan yang ada di dalam diri kita masing-masing.

Setiap manusia cenderung mengikuti keinginan nafsunya, yakni ingin melakukan hal yang enak, menikmati segala kesenangan tanpa batas, merasakan segala keindahan dan yang lainnya tanpa memperdulikan hal tersebut menyakiti, merugikan atau membahayakan diri sendiri maupun orang lain atau tidak. Di sinilah agama hadir memberikan seperangkat aturan, yakni mengatur perbuatan ini haram dan perbuatan itu halal, tindakan ini boleh dan tindakan itu tidak boleh, hal ini baik dan hal itu buruk, dan seterusnya.

Dengan demikian masing-masing dari orang yang beragama seharusnya mematuhi aturan agama, bukan mengikuti kesenangan atau kehendak nafsunya. Dalam kisah Nabi Ibrahim, kenikmatan tertinggi disimbolkan dengan memiliki anak, tapi Nabi Ibrahim berhasil mengalahkan hawa nafsu kecintaan kepada putranya dengan mengikuti perintah Allah SWT.

Pelajaran atau ‘ibrah yang kedua dari kisah Nabi Ibrahim AS di atas yaitu penegasan bahwa hak asasi manusia harus dijunjung tinggi, dalam hal ini hak hidup. Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putranya bertujuan untuk menguji keimanannya atau ibtilâ` (إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ), sehingga ketika beliau tulus hendak menunaikannya, Allah SWT mengganti objek sesembelihannya dengan binatang. Penggantian “objek kurban” dari manusia ke binatang mengandung makna bahwa manusia memiliki hak untuk hidup yang seorang pun atas nama apa saja tidak boleh menghilangkannya.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ ولله الحمد

Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah SWT
Ajaran menjunjung tinggi kemanusiaan dalam agama Ibrahim pada masa itu benar-benar sangat langka mengingat ada banyak kepercayaan suku yang melakukan persembahan kepada “tuhannya” atau qurbân dengan menggunakan darah manusia, sementara ajaran agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang kemudian diteruskan Nabi Muhammad SAW sedari awal dengan tegas mengharamkan meneteskan darah manusia.

Penegasan akan hak hidup dan hak-hak dasar lain yang dimiliki manusia di kemudian hari disampaikan secara jelas oleh Nabi Muhammad SAW secara berturut-turut, yakni dalam khutbah di Padang Arafah ketika beliau menjalankan ibadah haji yang dilakukan hanya sekali dalam seumur hidupnya atau dikenal dengan hajjah al-wadâ’ (haji perpisahan) pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun ke 10 H atau bertepatan pada tahun 632 M, dan dalam khutbah Idul Adha, sehari setelahnya pada tanggal 10 Dzulhijjah pada tahun yang sama.

Dalam kedua khutbah itu, Nabi Muhammad SAW berpesan kepada semua orang yang hadir bahwa jiwa, harta, dan harga diri manusia memiliki kemuliaan yang tidak boleh dihilangkan oleh siapapun. Nabi SAW bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ، اِسْمَعُوْا قَوْلِيْ، فَإِنِّيْ لَا أَدْرِيْ لَعَلِّيْ لَا أَلْقَاكُمْ بَعْدَ عَامِيْ هَذَا بِهَذَا الْمَوْقِفِ أَبَدًا، أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، وَكَحُرْمَةِ شَهْرِكُمْ هَذَا، وَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ، فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ، أَلَا فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِيْ ضَلَالًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.

“Wahai sekalian manusia, dengarkanlah perkataanku. Sesungguhnya aku tidak tahu, barangkali setelah tahun ini aku tak bisa lagi berjumpa dengan kalian selama-lamanya. Wahai umat manusia, sesungguhnya darah kalian, harta dan harga diri kalian itu mulia, sebagaimana mulianya hari ini dan bulan ini.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Kalian kelak akan bertemu Tuhan, dan Ia akan bertanya kepada kalian tentang perbuatan yang kalian lakukan. Ingatlah, setelah aku wafat janganlah kalian kembali ke dalam kesesatan, di mana sebagian di antara kalian memukul atau membunuh sebagian yang lain.”

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ. كُلُّكُمْ لِأَدَمَ، وَأَدَمُ مِنْ تُرَابٍ. إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ الله ِ أَتْقَاكُمْ. لَيْسَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَجَمِيٍّ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ، وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَبْيَضَ، وَلَا لِأَبْيَضَ عَلَى أَحْمَرَ فَضْلٌ إِلَّا بِالتَّقْوَى.

“Wahai umat manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu, leluhur kalian juga satu. Kalian berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Sesungguhnya paling mulianya kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Orang Arab tidak lebih utama daripada Non Arab atau ‘ajam, Non Arab tidak lebih utama daripada orang Arab. Orang kulit merah tidak lebih utama daripada yang berkulit putih, orang kulit putih tidak lebih utama dari yang berkulit merah kecuali (disebabkan) tingkat ketakwaannya.”

Khutbah Nabi Muhammad SAW di atas, baik yang disampaikan dalam khutbah di Padang Arafah maupun pada hari raya Idul Adha menegaskan, bahwa Islam, agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW pada abad ke 7 M sejak awal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ ولله الحمد

Hadirin-hadirat yang dimuliakan Allah SWT,
Pada hari raya Idul Adha ini, meski kita semua berada dalam kondisi dan situasi yang kurang mengenakkan karena pandemi, tapi dengan segala rasa syukur kepada Allah SWT kita masih diberi kesehatan dan keselamatan, sehingga kita dapat berusaha menggunakan kesempatan ini untuk menunaikan kewajiban-kewajiban kita sebagai seorang Muslim.

Kisah Nabi Ibrahim AS di atas mengajarkan kepada kita bahwa beragama adalah pengorbanan melawan hawa nafsu yang ada di dalam diri kita masing-masing. Beragama adalah usaha menjadikan diri kita sebagai manusia seutuhnya, yakni manusia yang tidak diperbudak oleh nafsu atau manusia lainnya, melainkan manusia yang menghamba dengan seutuhnya di hadapan Allah SWT.

Muda-mudahan, apa yang dijelaskan kali ini bisa memperkuat kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT dan kita semua selalu diberi kesehatan dan keselamatan, serta selalu berada di dalam lindungan Allah SWT.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ ولله الحمد
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِالْإِصْلَاحِ، وَحَثَّنَا عَلَى الصَّلَاحِ، وَبَيَّنَ لَنَا سُبُلَ الْفَلَاحِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ. إنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى فِيْهِ بِمَلَائِكَتِهِ، فقَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. وقالَ رسولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً. اللَّهُمَّ صلِّ وسلِّمْ وبارِكْ علَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الْأَكْرَمِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ الْاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ.اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا أَخِرَتَنَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ. اَللَّهُمَّ لَا تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا دَيْنًا إِلَّا قَضَيْتَهُ، وَلَا مَرِيْضًا إِلَّا شَفَيْتَهُ وَعَافِيَتَهُ، وَلَا حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا إِلَّا قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا لَنَا يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ، وَيَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهُ أَكْبَرُ

(Khoirul Anwar NU Online)

Itulah 3 khutbah Idul Adha berbagai judul dan tema terbaru untuk dibacakan khatib setelah salat ied. Semoga membantu, ya.

Khutbah Idul Adha 1: Menuju Khalilullah

Khutbah Pertama

Khutbah Kedua Idul Adha

Khutbah Idul Adha 2: 1. Hikayat Nabi Ibrahim dalam Haji dan Kurban

Khutbah I

Khutbah Kedua

Khutbah IdulAdha 3: Pesan Kemanusiaan dari Kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW

Khutbah Pertama

Khutbah Kedua